Imagini ale paginilor
PDF
ePub

disertai atau skripsi mereka. Namun, terlepas dari persoalan 'intern' tersebut, maka buku 'Kawan sekerja Allah' ini benar-benar pantas diperkembangkan te

rus-menerus.

sebut.

Beberapa hal di bawah ini adalah catatan-catatan lepas mengenai buku ter

a. Kesulitan pertama yang mungkin tidak dapat disentuh oleh penulis buku ini ialah untuk meletakkan pembinaan warga gereja (selanjutnya disingkat PWG) dalam konteks arti pembinaan yang ada di tengah-tengah masyarakat selama ini. Arti kata 'pembinaan' yang ada dalam pengalaman di dalam kehidupan masyarakat luas di Indonesia sekarang ini justru bukanlah arti (ungkapan) yang tepat atau sesuai dengan seluruh pokok yang dibicarakan dalam buku ini. Sebab kebanyakan arti 'pembinaan' justru dikembangkan untuk membina keperbedaan antara mereka yang memimpin dan yang dipimpin, antara yang dewasa dan yang muda, antara yang pintar dan yang bodoh, antara pejabat dan rakyat, antara atasan dan bawahan. Konteks ini agak penting untuk dikemukakan agar supaya PGW benar-benar punya ciri-ciri yang khas. Sebagaimana dituliskan sendiri oleh pengarang buku: (kutipan, hal. 96) "Pembinaan warga gereja sebagai contoh, teladan dan eksperimen bertindak, mempertajam tujuan-tujuan yang hendak dicapai atas dasar kerjasama secara bertanggung-jawab dalam menyelesaikan masalah lingkungan masyarakat di antara manusia-manusia yang (telah dan akan) bertumbuh menjadi dewasa".

Namun, masalahnya tidak akan berlarut-larut (khususnya dalam praktek PWG) apabila disadari dan didalami bahwa justru kata 'pembinaan' yang dimaksudkan dalam buku ini sama sekali lain dengan arti yang secara umum di terapkan di tengah-tengah hubungan antar manusia dalam masyarakat. Dalam prakteknya justru keperbedaan ini merupakan tugas PWG untuk mengembali kan makna dari suatu istilah yang telah salah dipakai.

b. Baik pada pendahuluan maupun pada penutup buku ini sempat diungkapkan suatu masalah teologis yang pada 'batang tubuh' buku justru tidak ditelaah secara secukupnya, bahkan didapat kesan tidak lagi mendapat tempat.

Persoalan itu adalah mengenai hubungan antara kegiatan PWG dengan kegiatan seluruh umat di masyarakat. Pertanyaan ini bukan sekedar menyangkut pertanyaan praktis sekitar pelaksanaan PWG di tengah-tengah masyarakat atau sangkut-paut PWG dengan persoalan-persoalan kemasyarakatan. Namun seperti dipersoalkan oleh penulis sendiri: Apakah dalam waktu yang akan datang kita masih berbicara mengenai pembinaan warga gereja? Ataukah kita harus berbicara mengenai Pembinaan Warga Masyarakat? (halaman 95). Keterarahan PWG ke masyarakat hendak diletakkan dalam dasar-dasar teologis yang bagaimana ? Sudah setiap kali disebut oleh penulis bahwa kegiatan PWG jauh menjangkau batas-batas tembok gerejani, terbuka secara penuh kepada 'kemanusiaan yang dewasa". Namun secara teologis belum disinggung dan dijelaskan bagaimana Allah bekerja di luar tembok gereja. PWG masih diterangkan sebagai tindakan intern Allah di tengah-ttengah umatNya di dalam gereja. Jikalau demikian apakah masyarakat kita anggap sebagai 'majikan' yang harus terusmenerus dilayani? Dan tidak pernah dianggap sebagai 'pelayan' yang sah, di mana suaranya kita dengar dengan sungguh-sungguh, serta pelayanannya kita terima dengan tangan terbuka dan rasa syukur.

Nampaknya kata 'hamba' atau 'pelayan' ini merupakan istilah agamani yang justru sudah terbalik pemakaiannya. Sebab mereka yang tak kita terima sebabagai 'hamba' tak berhak mendapatkan penerimaan yang sah dan wajar. Andaikata masyarakat juga kita anggap sebagai 'pelayan' atau 'hamba' mungkin suaranya dapat kita percayai dan juga kita ikuti. Dengan demikian kita benarbenar bersifat terbuka dalam proses pembinaan bersama itu. Dengan demikian maka penuhlah ia sebagai subyek, tidak selalu kita curigai, atau kita anggap sebagai kelompok yang suaranya selalu harus kita tolak lantaran kurang suci. Maka atas dasar ini, masyarakat dapat benar-benar kita terima sebagai teman dialog, sebagai 'dialog segitiga' sebagaimana yang dirumuskan oleh penulis pada halaman 52 dan 63.

Sayangnya buku ini hanya membahas tempat PWG dalam masyarakat, dan tidak membahas tempat masyarakat dalam PWG. Di masa-masa yang akan datang pokok ini perlu dipergumulkan bersama oleh semua orang yang terlibat dalam aktifitas PWG. Justru agar kita tidak terbelenggu dalam sikap yang tertutup untuk mengalami kebebasan yang penuh sebagai manusia dewasa di hadapan Allah dan sesama manusia. Dengan singkat, dapat dikatakan bahwa PWG menghadapi dua 'bahaya' sekaligus yaitu 'diombang-ambingkan oleh pengajaran dan roh dunia', serta juga mengahadapi bahaya' memperlakukan iman sebagai doktrin yang tertutup terhadap keseluruhan tindakan Allah di dalam dunia'. C. Catatan yang berikut adalah mengenai Bab. 5 yang berjudul: Alkitab dalam pembinaan warga gereja. Bab mengenai alkitab ini merupakan bab terakhir sebelum penutup, setelah dikupas bab 4 mengenai metode. Sebenarnya amat susah untuk membaca bab mengenai alkitab ini sebagai bab yang berdiri sendiri. Malahan mengesankan sebagai bab yang baru ditambahkan kemudian. Sebab apabila ditelaah bab 2 dan bab 3, sebenarnya terdapat bahan-bahan yang jauh lebih kaya dan terkofokuskan mengenai dasar-dasar teologis dari PWG yang sudah barang tentu berdasarkan alkitab. Mungkin lebih tepat apabila bab khusus mengenai alkitab itu dimasukkan saja menjadi bagian dari metode. Sebab pada dasarnya yang dibicarakan adalah metode/penggunaan alkitab dalam proses PWG. Dan lagi, rumusan-rumusan seperti: 'Sejarah Allah bersama lengan manusia tidak akan dilihat dan dimengerti di luar alkitab' hal. 90), atau 'tindakan yang bertanggungjawab di hadapan Allah tidak akan dipisahkan dari Penelahaan Alkitab', memerlukan penjelasan lebih lanjut yang lebih terperinci. Sebab mungkin tidak semua mengerti apa yang dimaksudkan oleh penulis. Jelas bahwa pergumulan mengenai PWG baru dimulai dan harus dilanjutkan.

Pada akhirnya, tak berlebihan apabila dikatakan bahwa Dr Schmidt telah meninggalkan seutas tali oikumenis yang kuat antara gereja-gereja yang benarbenar memikirkan PWG. Ia tidak sekedar meninggalkan 'roti' atau makanan jadi, akan tetapi suatu dasar pemikiran yang setiap kali perlu dikunyah dan direnungkan kembali.

th. sumartana

1. Dr. Yohanes Garang banyak berminat pada penelitian suku-suku terasing di Indonesia. Sebagai salah seorang staf LPS-DGI sementara ini ia sedang menulis laporan perjalanannya ke Sulawesi Tengah yang dijajaginya selama dua bulan. Diharapkan pada akhir satu masa kerjanya akan dapat dihasilkan satu risalah mengenai Adat dan Gereja.

2. Pdt. Wim Davidz M. Th, sejak lulus dari STT Jakarta menjabat sebagai pendeta di Gereja Protestan Maluku. Pernah mengajar di STT Ambon dan menjadi ketua klasis. Lulus dalam studi lanjutannya di SEA-GST di STT Jakarta. Tahun 1978 ia akan kembali ke GPM untuk melakukan tugas-tugasnya yang lama dengan perlengkapan yang lebih sempurna.

3. Dr. Th. van den End adalah dosen dalam matapelajaran Sejarah Gereja di STT Jakarta. Banyak tertarik pada naskah-naskah sejarah gereja dan menerbitkannya. Aktif pula mengadakan seminar-seminar, baik di kalangan STT Jakarta maupun bekerjasama dengan Persetia. 4. Sumartana bekerja di bagian penerbitan LPS-DGI, gemar pada soalsoal sekitar agama dan kemasyarakatan.

ALAMAT-ALAMAT PARA PENGARANG

Dr. Yohanes Garang, LPS-DGI Jln Bank Dagang Negara II/52, Cilandak, Jakarta Selatan; Pdt Wim Davidz, STT Jakarta, Jln. Proklamasi 27, Jakarta Pusat; Dr. Th. van den End STT Jakarta, Jln. Proklamasi 27, Jakarta Pusat; Sumartana, LPS-DGI, Jln. Bank Dagang Negara II/52, Cilandak, Jakarta Selatan.

}

SERI

BENIH YANG TUMBUH Laporan - laporan tentang gereja-gereja di Indonesia yang dikerjakan dalam rangka

,,POYEK SURVEY MENYELURUH"

Telah terbit :
No. 1

Suatu survey mengenai Gereja-gereja Kristen Indonesia Jawa Tengah.
Dikumpulkan dan disusun oleh Dr. S.H. Widyapranawa. Jakarta (BPK
Gunung Mulia) 1973. 340 halaman, Rp. 1.250,-

No 2: Suatu survey mengenai Gereja Kristen Pasundan. Dikumpulkan dan disusun oleh Pdt. Koernia Atje Soejana. Bandung - Jakarta t.t. (1975). 315 halaman, Rp. 750,

No. 3 Memperkenalkan Gereja Kristen Jawa Tengah Utara. Dikerjakan oleh staf Proyek Survey Menyeluruh Dr. Frank L. Cooley. Jakarta, 1975. 70 halaman, Rp. 300,

No. 4 Suatu survey mengenai Gereja Batak Karo Protestan. Dikumpulkan dan disusun oleh Team Penelitian GBKP. Jakarta, 1976. 209 halaman, Rp. 600.

No. 5 Suatu survey mengenai Gereja Injili di Tanah Jawa. Dikumpulkan dan disusun oleh Dra. Ny. Martati Ins. Kumaat, koresponden GITJ. Jakarta t.t. (1976). 169 halaman, Rp. 450,..

No. 6 Suatu survey mengenai Gereja Toraja. Dikumpulkan dan disusun oleh Sdr. J.A. Sarira B.A., koresponden GT. Rante Pao. Jakarta, 1976. 358 halaman, Rp. 900,..

No. 7 Suatu survey mengenai Gereja Kristen Jawi Wetan. Dikumpulkan dan disusun oleh Pdt. Handoyomarno Sir S.Th., koresponden GKJW. Malang

Jakarta, 1976. 301 halaman, Rp. 850,

No. 8 Suatu survey mengenai Gereja Kristen Injili di Irian Jaya. Dikumpulkan dan disusun oleh staf LPS Dr. F. Ukur dan Dr. F.L. Cooley. Jakarta 1977, 374 halaman, Rp. 1.250,

No. 9 Suatu survey mengenai Gereja Masehi Injili Halmahera. Dikumpulkan dan disusun oleh pimpinan GMIH dan staf Proyek Survey Menyeluruh Nn. A.L. Fransz S.H. Jakarta 1976. 115 halaman, Rp. 400,—

No. 10 Suatu survey mengenai Gereja Protestan Sulawesi Tenggara. Dikumpulkan dan disusun oleh pimpinan Gepsultra dan staf Proyek Survey Mcnyeluruh Dr. M.C. Jongeling. 104 halaman, Rp. 350,

No. 11 Suatu survey mengenai Gereja Masehi Injili di Timor. Dikumpulkan dan disusun oleh staf Proyek Survey Menyeluruh DGI Dr. Frank L. Cooley. Jakarta 1977. 414 halaman, Rp, 1.000,

No. 12 Suatu survey mengenai Gereja-gereja di Sumatra Utara (Laporan Regional Sumatra Utara). Disusun oleh Dr. Walter Lempp. Jakarta 1977. 359 halaman, Rp. 950,

Buku-buku ini dapat dipesan melalui Lembaga Penelitian dan Studi kantor synode gereja yang bersangkutan.

[blocks in formation]
« ÎnapoiContinuă »