Imagini ale paginilor
PDF
ePub

Adapun suatu akibat lain yang kurang baik dari pengaruh suasana masyarakat penjajahan Belanda yang terlampau lama, adalah bahwa banyak pranata-pranata sosial pribumi, yang bisa dipakai sebagai landasan dan wadah untuk mengorganisasi pembangunan dan modernisasi. Paling hanya tinggal pranata mapalus, sedangkan organisasi gereja Minahasa amat lemah sifatnya karena kecondongan yang tampak untuk selalu memecah ke dalam aliran-aliran kecil yang khusus sifatnya. Kalau pembangunan masyarakat Minahasa hendak mencapai sukses dalam waktu singkat, maka orang Minahasa harus sanggup melepaskan mentaliteit kepegawaiannya.

Catatan kaki

1) Sesudah Perang Dunia II M.U.L.O. diganti dengan Middelbare School (M.S.). Selanjutnya M.S. dirubah menjadi Sekolah Menengah Umum tingkat pertama.

2) Suatu kesatuan kemasyarakatan memang dapat merupakan satu suku-bangsa dengan tidak usah memiliki satu bahasa untuk seluruh warganya, karena kesadaran akan kesatuan mereka didasarkan akan suatu identitas kebudayaan yang mengikat mereka, dengan demikian ada suku bangsa yang hanya mengenal satu bahasa, tetapi ada pula yang mengenal beberapa bahasa.

3) H.C. Palm, Ancient Art of the Minahassa, Majalah untuk Ilmu Bahasa. Ilmu Bumi dan Kebudayaan Indonesia. Djilid LXXXVI, 1958.

4) Dialek Malayu-Manado juga tersebar sampai ke Sulawesi Tengah. Hal ini banyak disebabkan karena adanya migrasi penduduk Minahasa ke banyak tempat di daerah ini. Dan, pegawai-pegawai orang Minahasa, sejak masa pemerintahan kolonial Belanda, banyak ditempatkan di daerah ini.

5) Dialek-dialek yang dimaksud adalah tergolong pada suatu bahasa ialah bahasa Minahasa, di mana setiap dialek terbagi lagi ke dalam sub-sub dialek. Dialek yang paling ba nyak memiliki sub-sub dialek ialah Toulour atau yang disebut juga dialek Tondano. 6) Data dalam tabel ini didasarkan pada laporan survey demografis tahun 1968 dimana perkiraan jumlah penduduk khusus untuk kabupaten Minahasa pada tahun ini adalah 545.120 jiwa (J.L.S. Lelengboto, Beberapa Data Demografis untuk Pembangunan Daerah Minahasa. Balai Penelitian Pendidikan IKIP Manado, 1968 (naskah tidak diterbitkan). 7) Dalam percakapan sehari-hari disebut kuntua.

8) Kata wanua mungkin merupakan asal kata dari istilah yang paling populer, ialah kawanua yang berarti suatu komuniti yang berasal dari satu wanua atau desa. Tetapi sejak istilah ini menjadi umum di kalangan masyarakat Minahasa, pengertiannya telah disamakan dengan se-suku-bangsa yang meliputi ke dalam kelompok tersebut di atas. 9) Jalan-jalan yang sampai pada tahun 1970 tergolong baik dan teramai adalah jalan yang menghubungkan : Manado dan Bitung; Manado, Tomohon, dan Tondano; Manado, Kawangkoan, dan Langoan; Manado, Kawangkoan, dan Amurang. Dewasa ini perbaikanperbaikan jalan yang menghubungkan lain-lain tempat terus dilaksanakan. Demikian pula jalan yang menghubungkan Manado dan kabupaten Bolaang Mongondow, yang memang sudah ada sejak dulu, sudah mulai ditingkatkan. Malahan telah direncanakan untuk meneruskannya sampai ke Gorontalo.

:

10) Ter Haar dalam hubungan tersebut hanya mengemukakan adanya dua ikatan sebagai prinsip hubungan, yaitu prinsip hubungan genealogis (persekutuan hukum genealogis) dan teritorial (persekutuan hukum teritorial) (Ter Haar, Beginselen en Stalsel van het Adat recht. Groningen, Djakarta J.B. Wolters, 1950). Tetapi ternyata masih ada prinsip-prin sip hubungan lain seperti yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat, yaitu: prinsip "tujuan khusus" dan prinsip ikatan "dari atas". Dalam kenyataannya beberapa prinsip atau keempat-empatnya menentukan dan menguasai berbagai lapangan tertentu dalam kehi dupan masyarakat desa. Atau ada pula yang salah satunya saja yang menjadi prinsip hubungan. (Koentjaraningrat, Masyarakat Desa di Indonesia Masa Ini. Djakarta : Jajasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964).

11) Pahuman berasal dari kata uma yang berarti kebun.

12) Kampung Woloan yang dipimpin oleh seorang hukum tua terletak di sebelah barat Tomohon, yang berjarak kurang lebih lima km. Kampung ini dapat dicapai dengan bis yang berpangkalan di Tomohon. Data tentang Woloan ini diperoleh dalam rangka suatu survey yang diadakan dari bulan September sampai permulaan Oktober 1969 oleh penulis bersama dengan suatu team dari Fakultas Sastra Universitas Sam Ratulangi atas biaya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

13) Sopi (cap tikus) adalah minuman alkohol yang dibuat dari tuak dengan teknik penyulingan.

14) H.C. Palm (1958: hlm. 8)

15) Mengasu asal kata asu yang berarti anjing, adalah kebiasaan berburu dengan menggunakan anjing sebagai alat utama.

16) Mengenai aneka ragam kerajinan orang Minahasa, terutama untuk masa lalu, lihat karang. an S. Pangemanan, Pelbagai Kerajinan Orang Minahasa. Batavia, 1919.

17) H.C. Palm (1958: hlm. 10)

18) Leilem adalah sebuah kampung yang terletak antara Tomohon dan Kawangkoan. Penduduknya tergolong pada kelompok Tontemboan.

19) Data produksi kopra ini adalah menurut Badan Pengurusan Kopra Pusat, Departemen Perdagangan di Jakarta.

20) Luas persawahan untuk seluruh propinsi Sulawesi Utara adalah 30.000 ha, sedang luas perladangan 100.000 ha.

21) Kayu Cempaka adalah sama dengan meranti (shorea spp)

22) Catatan ini kami ambil dari Biro Perencanaan dan Pembangunan, Kantor Gubernur KDH. Sulawesi Utara.

23) Catatan ini kami ambil dari Biro Perencanaan dan Pembangunan, Kantor Gubernur KDH, Sulawesi Utara. Dewasa ini telah direncanakan oleh pemerintah propinsi Sulawesi Utara suatu proyek perikanan laut yang akan menelan biaya US $ 3,5 juta.

24) Penjelasan Gubernur Sulawesi Utara yang dimuat oleh harian Merdeka tanggal 7 Desember 1971.

25) Data ini diperoleh dari catatan yang ada pada Biro Perencanaan dan Pembangunan, Kantor Gubernur KDH. Sulawesi Utara.

26) Lihat catatan kaki nomor 25.

27) L. Adam, Uit en Over Minahassa. V Bestuur. Bijd LXXXI, 1952: hlm. 390-423.

28) P.A. Mandangi, Nota betreffende Bantiksche aangelegenheden, dalam Tijdschrift Binnenlandsch Bestuur, deel 48, 1915.

29) Data ini diperoleh dalam rangka survey tersebut pada catatan kaki nomor 12.

30) H.C. Palm (1958: hlm. 8)

31) Adatrechtbundel XVII, hlm. 46

32) Istilah-istilah ini berasal dari dialek Toulour.

33) N. Soputan, Masyarakat Minahasa di Daerah Kramat Djakarta dengan Latar Belakang Masyarakat Minahasa di Minahasa. Djakarta, 1969 (Skripsi sarjana).

34) Wanua selain disebut negeri, juga negorij dalam perpustakaan Belanda, dan juga roöng atau matani.

35) Hukum berasal dari kata ukung yang artinya kepala (pemimpin). Hukum Tua artinya kepala yang sudah berumur (tua). Nama jabatan ini menurut catatan sudah sejak tahun 1858 diresmikan oleh Belanda dalam Staatblaad No. 69. Istilah lain yang sama dengan itu dulu ialah pa'endon Tu'a atau pamatu'an.

36) Wilayah tersebut dulu dikenal sebagai lukar yang artinya jaga kepalanya disebut tu'a lukar atau kapala ilukar atau se-ukung. Sumber : L. Adam, 1925 a: hlm. 9 dan 24.

37) Méwéténg artinya pembagi. Dulu fungsinya adalah membagi-bagi tugas dan kewajiban kepada keluarga-keluarga dalam wilayahnya.

38) L. Adam, 1925 hlm. 25.

39) R. Padtbrugge, "Beschrijving der zeden en Gewoonten Van de Bewoners der Minahasa" Bijd., XIII, 1866 hlm. 327 - 328.

40) Lihat L. Adam, 1925 a: hlm. 26; N. Graafland, De Minahassa, Haarlem 1898: hlm. 69 (jilid I).

41. L. Adam, 1925 a hlm. 393.

42) Lihat halaman 17 dan 18 karangan ini.

43) Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta, 1967 hlm. 165.

44) Koentjaraningrat, 1967: hlm. 166.

45) Lihat H.M. Taulu, Sejarah Minahasa. Toko Buku Rame, Manado, 1955, halaman 9. 46) Yang dimaksud dengan mapalus mendirikan rumah tersebut, biasanya adalah rumah-rumah kecil di kebun (tuinhutje). Olehnya tidak sama dengan pengertian mapalus rumah seperti contoh di atas tadi yang sering terdapat pada saat sekarang ini.

47) Pemujaan tersebut ada yang menyebutnya neempungan atau maambo (masambo). Lihat J.F. Malonda, Membuka Tudung Dinamika Filsafat Purba Minahasa. Manado, Wongken Werun, 1952, halaman 35-36.

48) J.F. Malonda, ibid. hal. 26 - 32.

49) H. Palm, 1958: hlm. 14.

50) Sekarang tokoh-tokoh yang memimpin upacara keagamaan pribumi itu lebih sering dise but Tonaas.

51) Pada batu tersebut terdapat coretan-coretan serta gambar-gambar kasar manusia, alatalat serta jenis-jenis binatang yang menurut cerita dilukis oleh empung (opo) Muntu-untu. Pada setiap kali ia memberikan keputusan ditandainya dengan coretan-coretan tongkat pada batu itu. Batu tersebut dikenal juga sebagai : watu rerumeran né Empung. H. Palm, 1958 hlm. 5.

52) H. Palm, 1958: hlm. 14.

53) H. Palm, 1958: hlm. 7.

SUKU BATAK DENGAN "GONDANG BATAK"-NYA

oleh

Liberty Manik

Suku Batak yang bertempat tinggal disekitar Danau Toba di Sumatera Utara termasuk suatu suku yang tertua di Indonesia, yang kebudayaannya dapat dikatakan tidak banyak dipengaruhi oleh kebudayaan dari luar. Berlainan dengan suku-suku tetangganya seperti suku Aceh disebelah Utara, suku Melayu disebelah Timur dan suku Minangkabau disebelah Selatan Tanah Batak, yang sejak lama telah bergaul dengan bangsa-bangsa asing, malahan sejak akhir abad yang ketiga belas sedikit demi sedikit memeluk agama Islam, maka dapat dikatakan, bahwa suku Batak sampai bagian yang kedua dari abad yang lalu hidup tersendiri (geisoleerd) dengan memegang teguh pada agamanya sendiri yang bersifat animistis. Seperti halnya dengan kebanyakan suku-suku di Indonesia, suku Batak juga termasuk pada apa yang disebut "Palämongoliden-Rasse", yang diperkirakan telah mendatang dari Asia ke Sumatera jauh sebelum perhitungan tahun Masehi. Walaupun begitu suku Batak nampaknya tidak mengetahui tentang asal keturunannya sendiri. Dalam mytologi mereka misalnya suku Batak menganggap dirinya sebagai keturunan dari suatu Dewa Pencipta, yang disebutnya Mulajadi na Bolon.

Dalam tanggapan dari suku Batak Toba kosmos ini terdiri dari tiga lapis "Benua" :

1. "Benua Atas" (Banua Ginjang), tempat dewa-dewa, antara lain Mulajadi na Bolon sendiri

2. "Benua Tengah" (Banua Tonga), tempat manusia dan

3. "Benua Bawah" (Banua Toru), tempat orang yang sudah mati dan tempat ular mytologis, yang disebut Naga Padoha.

Pertama kalinya Mulajadi na Bolon memperanakkan dewa-dewa Batara Guru, Soripada dan Mangalabulan dan menugaskan ketiga dewa tersebut mengatur alam semesta ini. Selain dari Mulajadi na Bolon dan ketiga dewa tersebut masih dikenal satu dewa lainnya yang bernama Debata Asi-asi, sehingga "Dewa Dewa" yang bersemayam di "Benua Atas"

itu terdiri dari lima anggota. Yang menciptakan "Benua Tengah" ini adalah anak puteri dari Batara Guru, yang disebut Sideak Parujar. Sang puteri Sideak Parujar ini akan dikawinkan dengan putera dari Mangalabulan, yang bernama Raja Odap-odap. Tapi oleh karena rupa dari Raja Odap-odap ini sama sekali tidak menarik bagi Sideak Parujar, maka yang terakhir ini selalu berusaha mencari dalih untuk mengundurkan perkawinan tersebut. Sesudah tidak ada jalan lain lagi, akhirnya Sideak Parujar melarikan diri ke "Benua Tengah". Dengan terkejut Sideak Parujar menyaksikan sendiri, bahwa "Benua Tengah" ini ketika itu hanya terdiri dari "Dataran Air" (Wasserwüste) belaka. Atas permintaan dari Sideak Parujar maka Mulajadi na Bolon memerintahkan burung suruhannya yang bernama Sileang-leang Mandi mengantarkan sekepul tanah ke "Benua Tengah" dan dari sekepul tanah ini Sideak Parujar membangun tempat tinggalnya yang diperluasnya kesegala jurusan. Oleh karena tempat tinggal dari Sideak Parujar ini ternyata terletak diatas kepala dari Naga Padoha dari "Benua Bawah", maka yang terakhir ini menghancurkan tumpukan tanah tersebut. Tapi dengan pertolongan dari Mulajadi na Bolon maka Sideak Parujar berhasil menaklukkan Naga Padoha dan membelenggunya pada satu tiang besi. (Timbulnya suatu gempa bumi menurut suku Batak adalah karena Naga Padoha berusaha membebaskan diri dari belenggunya). Dengan kiriman tanah yang diperolehnya dari Mulajadi na Bolon maka Sideak Parujar mulai lagi membangun "Benua Tengah" ini dimana dia selanjutnya dapat hidup dengan sentosa.

Akhirnya Sideak Parujar kawin juga dengan putera dari Mangalabulan, yang dengan rupa yang lain datang ke "Benua Tengah" dan melahirkan sepasang anak kembar: yang putera disebut Raju Ihatmanisia dan yang puteri Boru Itammanisia. Dikemudian hari Sideak Parujar bersama lakinya kembali lagi ke "Benua Atas", sedangkan Raja Ihatmanisia dan Boru Itammanisia tinggal di "Benua Tengah" dan mendirikan sebuah desa dikaki gunung Pusuk Buhit (yang dianggap suku Batak sebagai suatu gunung yang keramat) pada pantai sebelah Barat dari Danau Toba yang disebut Sianjur Mula-mula. Dari keturunan Raja Ihatmanisia dan Boru Itammanisia tampillah pada suatu ketika Si Raja Batak, yang dianggap oleh suku Batak sebagai nenek moyang persatuannya. Keturunan Si Raja Batak membagi diri dalam berbagai golongan, suatu hal yang dikemudian hari menimbulkan suatu sistem Marga dikalangan suku Batak. Sepintas lalu nampaknya suatu Marga dari suku Batak adalah sama dengan nama famili dari bangsa Eropa. Tapi perbedaannya yang menonjol ialah, bahwa semua orang Batak yang mempunyai Marga yang sama pada hakekatnya mempunyai nenek moyang yang sama pula, suatu kenyataan yang tidak demikian halnya pada orang Eropa. Soal keturunan bagi suku Batak hanyalah ditentukan oleh garis keturunan dari pihak si ayah dan dengan begitu bersifat "patrilinear". Semua orang Batak mempunyai silsilahnya sendiri yang disebut Tarombo dan kebanyakan orang Batak bisa menghubungkan silsilahnya sampai ke Si Raja Batak, yang baginya merupakan manusia historis yang pertama.

Terlepas dari soal Marga diatas suku Batak dapat dibagi dalam 5 golongan (sub-suku) :

« ÎnapoiContinuă »