Imagini ale paginilor
PDF
ePub

PARADIGMA MASYARAKAT PEDESAAN DI INDONESIA

Studi-Kasus: Desa Tewah di Kalimantan-Tengah

oleh :

J. Garang

Tulisan ini merupakan satu Bab dari tema dissertasi penulis yang berjudul "ADAT UND GESELLSCHAFT" 1), Adat dan Masyarakat, yang selesai ditulis dan dipertahankan pada bulan Juli 1973 di Universitas Heidelberg, Jerman-Barat.

Oleh karena tulisan ini berbahasa Jerman maka buku ini di Indonesia mungkin belum banyak dikenal oleh masyarakat pembaca, juga di bidang Antropologi, Etnologi maupun Sosiologi. Oleh karena itu penulis merasa tidak ada salahnya jika dalam kesempatan ini salah satu bagian dari karangan ini dipersembahkan kepada para pembaca guna sedikit banyak mengenal kehidupan suku dan pedesaan di Indonesia, yaitu suku Dayak-Ngaju dan Tewah yang diambil sebagai studi-kasus desa. Tentang kehidupan suku Dayak umumnya cukup banyak memenuhi perbendaharaan Barat, baik berita-berita perjalanan dan pengalaman para Missionar, para Novelis seperti Joseph Conrad dan oleh para peneliti segala bidang. Dan tidaklah mengherankan jika mereka lebih banyak mengetahui seluk-beluk kehidupan suku-suku penduduk asli Kalimantan dari pada sebagian besar bangsa kita sendiri. Penelitian daerah dan penduduk asli pulau ini terutama di Kalimantan-Tengah semakin lama semakin berkurang dan beberapa karangan yang masih segar dalam ingatan kita tentang dan sekitar kehidupan sosial mereka dapat kita catat nama-nama seperti Hudson dalam tulisannya pada tahun-tahun 1966,

[ocr errors]

1) Judul lengkapnya : "ADAT UND GESELLSCHAFT eine sozio ethnologische Untersuchung zur Darstellung des Geistes und Kulturlebens der Dajak in Kalimantan", Franz Steiner Verlag-Wiesbaden, 1974, Beitraege zur Suedasienforschung, Suedasien-Institut, Universitaet Heidelberg, Band 9; hal. 164-180 (IV ein Ngaju Dorf in Zentral-Kalimantan)

Tewah

1967a dan 1967b; Avé 1970; Ukur 1971 dan Tjilik Riwut dengan beberapa tulisan lainnya 2). Penelitian dan penulisan tentang suku-suku Dayak di bagian lain Kalimantan menunjukkan kestabilan dari semula hingga sekarang ini. Mungkin penduduk asli Kalteng sudah kehilangan "exotiknya", sehingga kurang menarik lagi untuk diteliti dan ditulis terutama oleh para Antropolog kita.

Ada beberapa hal maka tulisan ini tidak bisa diturunkan dan diterjemahkan secara lengkap :

1. gaya terjemahan dan gaya penyadurannya;

2. studi kasus Desa Tewah tidak lepas kaitannya dengan seluruh anal sa tentang kehidupan suku Dayak umumnya dan suku Ngaju khususnya (yang sudah di utarakan pada kelima bab lain sebelumnya); dan oleh karena itu

3. tulisan ini akan dan harus mengalami perubahan, jadi ada yang ditambah dan yang dikurangi.

I. Suku Ngaju dalam Etnografi

Inilah saya, seorang barbar.
Ovid (4318 seb. Masehi) 3)

Manusia sejak ia dilahirkan sudah dalam keadaan yang kurang sempurna, penuh dengan purba-sangka dan semangat ke-akuannya (egoisme). Segala nilai bertitik-tolak dari segi aku. Aku menjadi pusat nilai. Untuk ini ia memerlukan beberapa simbol untuk membedakan ke-akuannya dari kamu (dari cacah kulit hingga kelainan lainnya). Individu membentuk kelompok dan dari kelompok lahirlah masyarakat (suku) dan dari suku ini terpancarlah sifat ego-nya semula. Dari ego lahirlah etno. Egoisme atau egosentrisme yang kollektif ini menelorkan etnosentrisme. Etnosentrisme adalah istilah untuk suatu suku yang memandang bahwa sukunya yang terbaik, terpanda, paling gagah, cantik, pusat segala-galanya, sedangkan orang lain sebagai bodoh, buruk, manusia pinggiran, barbar, makhluk setengah manusia. Babilonia, Memphis dan Athena pernah mengata

2) Hudson, A.B. and Hudson M.J., Telang: A Maanjan Village of Central Kalimantan, in : Villages in Indonesia (Koentjaraningrat, R., ed.), Ithaca, N.Y., 1967; Avé, J.B. Suggestions for a more practical classification of the ethnic groups in the Republic of Indonesia in : Anniversary contributions to Anthropology: Twelve Essays publishes on the occasion of the 40th Anniversary of the Leiden Ethnological Society, Leiden, E.J. Brill, 1970; Ukur, F. Tantang Djawab Suku Dajak. Suatu penjelidikan tentang unsur-unsur jang menjekitari penolakan dan penerimaan Indjil dikalangan Suku Dajak dalam rangka sedjarah Geredja di Kalimantan 1835-1945, Djakarta, 1971.

3) Ovid, dengan nama latinnya Publius Ovidius, adalah salah seorang pujangga terbesar berkebangsaan Romawi pada masa pemerintahan Augustus. Ia seorang retorik yang ulung dan orator baik. Ia banyak menulis kritik-kritik tentang ketidak-adilan dalam memperlakukan manusia, membedakan antara "manusia" dan "barbar". Ia selalu membela pihak yang lemah dan terhina. Beberapa kali ia dipenjarakan dan meninggal dalam pengucilannya di Tomi, di satu kota pelabuhan dimana para "barbar" bekerja.

kan dirinya sebagai pusar dunia (geographis — karena dunia bundar maka sesungguhnya setiap individu berada di tengah dunia). Etnosentrisme (W.G. Sumner) kita jumpai dalam hampir setiap Kosmogoni (kisah terjadinya jagad) dan etnogoni (kisah lahirnya suatu suku). Ia merupakan satu radar doktrin suku, merupakan garis-garis kebijaksanaan, satu instruksi atau bimbingan masal oleh karena itu ia benar dan dipercayai kebenarannya. Ia menempa garis-garis besar sikap dan watak masyarakat suku. Historis dan sosiologis "ideologi" ini melahirkan antagonisme dan kontroverse dalam masyarakat dengan segala bentuk dan segala konsekwensi sosialnya. Herodot (480-424 seb. Mas.), Bapak Antropologi Dunia, "Penemu suku-suku", adalah yang pertama kalinya melihat adanya penilaian yang negatif terhadap manusia lain disebabkan oleh karena bahasanya yang lain dari ego, warna kulit dan bentuk tubuh, gerak, sikap dan watak, cara berpakaian dll. Jika kita ambil contoh dan analisa antropologis dari segi Teologinya, maka hancurnya menara Babel justru oleh karena bahasa mereka yang tidak sama, yang kemudian melahirkan aneka-ragam kebudayaan (termasuk bahasa dan dialek) dan kemudian manusia terpisah dan mengembara kesegala penjuru dunia.

Salah satu bentuk etnosentrisme yang nyata adalah pemberian nama ejekan terhadap kelompok suku tetangganya. Penduduk asli Kalimantanpun tidak lepas dari nama cemohan ini penduduk panta/pesisir (= pendatang) menyebut mereka sebagai orang Dayak yang artinya,,bodoh",,,primit p",,,petani" (penduduk pesisir hampir semuanya dahulu datang sebagai pedagang), "tidak mempunyai sivilisasi" dan lain-lain.

Semula penduduk asli pulau ini menolak istilah ini secara keras, namun lama-kelamaan reaksi atas ini menghilang dan justru terbalik. Orang justru merasa terhormat jika ia disebut orang Dayak dan bahkan banyak dari mereka (pendatang) yang lahir dan sudah lama tinggal disana menyebut dirinya sendiri orang "Dayak”. Entah karena,,keasliannya", ,,keberaniannya" atau ,,exotisnya" yang menyenyebabkan adanya pengakuan tersebut (entah juga sifat integratif para pendatang atau peranan sosial-politis dan perkembangan di Kalimantan masa kini). Namun saudara-saudara kita yang di Kalbar, nama Dayak ini tetap ditolak. Mereka lebih senang jika kata "Dayak" ditulis dan disebut tanpa hurup "k" atau sama sekali disebut orang darat" saja. Rasis-antropologis suku Dayak termasuk rumpun paleomongolide, ras-tua, yang sudah menempati daerah itu sejak sekitar 20.000 - 15.000 tahun sebelum Masehi. Penemuan arkeologi pada suku Kelabit telah menunjukkan satu kebudayaan yang tertua di dunia, yaitu kebudayaan megalith (batu-batu besar, tempat upacara, kuburan, kapak batu pendek, lukisan pada batu dll.) yang diperkirakan sudah ada sejak pertengahan tahun tigaribuan sebelum Masehi. Kebudayaan ini setelah diidentifisir merupakan bagian dari Hoabinhien berdasarkan ciri-ciri persamaannya pada penemuan-penemuan arkeologi di Tonkin (Viet-nam).

[ocr errors]

Klassifikasi-suku penduduk asli Kalimantan hingga sekarang tidak memuaskan dan setiap peneliti mempunyai tanggapan yang berbeda-beda, sesuai pula dengan tehnik pendekatan penelitian masing masing (linguistik, antropometris, tempat ked aman, adat, agama/ kepercayaan, organisasi sosial dsb.). Penelitian tentang klasifikasi inį menunjukan bahwa semakin dalam semakin kabur benang merahnya. Secara garis besar Kelompok suku Dayak dapat kita bagi atas :

di Malaysia Timur terdiri dari : Bisaya, Orang Bukit, Dusun, TutonDusun, Iban, Kayan, Kenyah, Kelabit, Kendayan, Kadazan, Murut, Melanau;

di Kalbar terdiri dari suku : Iban, Kandayan, Lamboyan, Ot-Da-
nom;

di Kalteng kita temui suku Ngaju (sub-suku: Biaju, Kahayan, Ta-
moan, Saruyan, Kotawaringin), Maanyan (sub-suku: denang suku
utamanya seperti Siung/S.hong dan Patai, Lawangan, Taboyan dan
Barito-Dusun), Ot-Danom (sub-suku Murung, Siang, Tamang);
di Kaltim suku Kenyah, Kayan, Bahau.

Suku Punan atau Ot terdiri dari suku Ot Balui, Ot Maruwei, Ot
Siau, Punan Kareho, Punan Bungan-Bulit, Melatung, Panyawung.
Suku-suku ini pada umumnya masih nomad (berpindah-pindah
tempat tinggal) dan berada di hampir seluruh wilayah Kalimantan
(termasuk Malaysia Timur).

Yang dipandang dan disebut sebagai suku inti/utama ialah kelompok yang mempunyai satu kesatuan kebudayaan sedangkan subsuku merupakan pecahan dari suku-inti tetapi masih mempunyai beberapa persamaan seni-budaya, bahasa maupun dialek/isolek. Dari pertemuan sub-suku ini dengan suku lain lahir pula etnos baru dengan ciri-ciri kebudayaan dari keduanya, termasuk bahasanya (lahirnya dialek baru). Dari suku-suku tersebut diatas dapat dibagi pula sekitar 300 sub-suku dengan segala perbedaan sosialbudayanya. Diperkirakan sekarang jumlah suku Dayak di Kal‍mantan (termasuk Malaysia Timur) sebanyak antara 2-2,5 juta jiwa (atau kurang sedikit dari setengah penduduk Kalimantan seluruhnya). diperkirakan yang tinggal di empat Propinsi Kalimantan sekitar 2 juta jiwa 4).

Antropologi dan khususnya Etnologi tidak mempunyai "banyak waktu" untuk membicarakan soal pembagian suku, karena seperti disebut tadi bahwa titik tolak pendekatannya yang berbeda-beda menimbulkan "klasifikasi" yang berbeda pula 5). Klasifikasi-etnis merupakan satu cabang khusus dalam Antropologi dan dalam tulisan

4) Men. Statistik maka di Sarawak, Sabah, Brunei terdapat sebanyak 698.518 jiwa orang Dayak atau 54% dari jumlah penduduk seluruhnya. Lihat: Jones, L.W., Brunei. Report on the Census of Population, taken on 10.8.1960, Kuching, 1962

5) Mis. Antropolog Perancis Montandon bahkan berpendapat bahwa misalnya suku Batak dan Dayak bisa dikategorikan pada kelompok europide berdasarkan beberapa tanda-tanda habitus dan sikap-watak. Lihat : Wendt, H., Es begann in Babel, Hamburg 1966, S. 336.

« ÎnapoiContinuă »