Imagini ale paginilor
PDF
ePub

memupuk kehidupan persekutuan dan mempertebal keimanan. Semangat daya juang dalam arti tanggung jawab bergereja, menunjukkan gejala lebih dewasa, sehingga sangat memukul lumpuh segala rangsangan perpecahan. Di samping itu ada juga kejatuhan satu dua orang Kristen (murtad) sebagai akibat pengaruh materiil dan ingin kedudukan atau ketakutan karena lemah iman.

Kegiatan-kegiatan Kristen yang menyebabkan tantangan terhadap agama yang lain, khususnya agama Islam, ialah kegiatan di bidang pendidikan dan kesehatan.

Sifat dan bentuk kehidupan persekutuan orang Kristen yang lebih rukun serta penuh damai. Kegiatan oikumene dari Gereja-gereja Kristen dikagumi secara diam-diam. Secara spesifik belum ada kerjasama dengan golongan agama yang lain dalam bidang pembangunan negara.

BAB V

KEMANA GEREJA MASEHI INJILI HALMAHERA ?

Kesempatan-kesempatan dan Persoalan-persoalan pokok yang dihadapi

Beberapa persoalan dan kesulitan yang dihadapi oleh GMIH, penilaian oleh ketua Synode, Pdt. R. Salakparang :

A. Di dalam Gereja

a. Di bidang penggembalaan jemaat

1. Penggembalaan berjalan kurang baik disebabkan soal materi (ekonomi) para gembala. Karena itu kegiatan kerja mereka lemah.

2. Karena kurang pengetahuan dan kurang buku-buku pedoman, Penginjil-penginjil dan Guru-guru jemaat tidak sanggup menterapkan peraturan-peraturan atau instruksi yang di keluarkan oleh Sinode atau Klasis.

3. Hubungan antar Sinode dan Klasis, antar Klasis dan Jemaat dan antar Jemaat dan Jemaat sulit karena letaknya berjauhan, sehingga peraturan-peraturan, instruksi-instruksi permintaan-permintaan lambat dilaksanakan atau tidak sampai pada alamatnya.

b. Di bidang pembelanjaan Gereja

Menurut anggaran yang sederhana maka GMIH memerlukan Rp. 30 sampai 40 juta setahun. Yang dapat dicapai hanya Rp. 6 sampai 7 juta setahun, dari sumber-sumber yang berikut :

1. korban kebaktian-kebaktian Gereja

2. perkebunan GMIH

3. usaha-usaha jemaat

4. usaha-usaha Angkatan Muda dan Kaum Wanita Kristen 5. Nederland Hermormde Kerk

6. Pemerintah

7. pemberian-pemberian yang tidak tentu 8. dan lain-lain.

c. Di bidang organisasi

Tadinya ada Sinar Pemuda Masehi Halmahera (SPMH) dan Kaum Wanita Kristen (KWK). Secara organisasi mereka berdiri di samping organisasi Gereja. Masing-masing mempunyai anggaran dasar tersendiri, sehingga seolah-olah dalam Gereja ada gereja-gereja kecil. Kegiatan SPMH dalam Gereja besar sekali, hanya koordinasi dengan pusat Sinode, Klasis dan Jemaat tidak begitu manis. Karena itu organisasinya dirobah dan SPMH dan KWK diintegrasikan dalam organisasi Gereja. Ketua-ketuanya pada tingkat Sinode, Klasis dan Jemaat dimasukkan sebagai anggota dari badan-badan itu. Organisasi ini nampaknya baik, tetapi mereka tidak mau bergiat lagi seperti dahulu. Nampaklah suatu kelesuan.

d. Di bidang administrasi

Administrasi GMIH kurang baik disebabkan sering kekurangan kertas, tinta, sheet, mesin tik, dan lain sebagainya karena tidak ada uang. Juga karena kekurangan tenaga dan kurang lancarnya komunikasi.

B. Di dalam Masyarakat

Kehidupan Kristen di Maluku Utara kurang memberi contoh yang baik, sehingga kurang menarik umat Islam, walau pun sering juga mereka memuji orang Kristen karena kejujurannya dan rajinnya beragama.

Dalam menghadapi persoalan-persoalan tersebut di atas, GMIH belum mempunyai rencana untuk mengatasinya, selain dari mempersiapkan tenaga-tenaga ahli pada berbagai fakultas di Satya Wacana, Ujung Pandang, Tomohon dan Jakarta.

Hal-hal yang merupakan halangan-halangan utama dalam memecahkan persoalan-persoalan tersebut di atas ialah : 1. Kurang tenaga-tenaga yang terdidik di bidangnya. 2. Ekonomi lemah.

Kekuatan yang dimiliki oleh Gereja yang merupakan cadangan utama untuk memecahkan persoalan tersebut ialah : Iman, Harap dan Kasih, yang belum rusak isinya.

Selain dari itu maka cadangan utama GMIH ialah: 1. Tenaga pendeta-pendeta yang dapat bertahan sepanjang masa menghadapi seribu satu macam tantangan dan halangan. Demikian juga guru-guru jemaat dan guru-guru Injil.

2. Kaum awam yang masih kuat bertahan menghadapi semua penggodaan.

Beberapa persoalan dan kesulitan yang dihadapi oleh GMIH, penilaian oleh Koordinator Daerah, A.L. Fransz SH:

A. Di dalam Gereja

a. Di bidang penggembalaan jemaat

1. Soal pergaulan antar pemuda dan pemudi. Dilaporkan bahwa jarang ada pemberkatan nikah dalam Gereja, karena sudah ada hubungan seks sebelum nikah.

Perlulah seluruh hubungan seks dibawa dari penempatan di dalam gelap, penyembuhannya, keadaan tabu, ke dalam terang Injil. Perlu dicari jalan untuk membicarakan hal seks dengan pemuda/pemudi (antara lain cari buku-buku yang baik mengenai seks dan berikannya kepada pemimpin-pemimpin pemuda/pemudi untuk dibaca).

Mungkin juga Gereja harus meninjau kembali siasat mengenai pemberkatan nikah di dalam Gereja. Apakah sebenarnya maksud siasat menjaga kesucian Gereja atau penggembalaan ?

2. Apakah penggembalaan di jemaat-jemaat mendapat titik berat yang sewajarnya? Apakah perhatian yang utama tidak harus dipindah dari tingkatan Sinode dan Klasis kepada jemaat? Di jemaatlah anggota-anggota Gereja dibimbing untuk menjadi saksi-saksi Kristus di dalam hidup mereka se hari-hari. Beberapa kali terdengar seorang pemimpin Gereja mengeluh bahwa akhlak, moral orang-orang Kristen merosot. Mungkinkah salah suatu sebab terletak dalam hal kekurangan bimbingan di dalam jemaat ? Perlu pimpinan dan penggembalaan jemaat ditingkatkan.

b. Di bidang pembiayaan Gereja

1. Saya bimbang tentang kebenaran aturan yang berlaku sekarang, yakni bahwa seluruh derma jemaat pada kebaktian pada hari Minggu dan hari-hari raya harus disetor kepada Sinode. Apakah ini juga tidak suatu akibat dari penempatan titik berat pada Sinode dan Klasis, dan tidak pada jemaat?

2. Persoalan perkebunan harus mendapat penyelesaian secepat mungkin, bukan saja karena keadaan perkebunan itu sendiri, tetapi karena sekarang BPS terlalu banyak harus me

mikirkan hal perkebunan itu, sehingga kurang waktu untuk memperhatikan bidang-bidang gerejani.

c. Di bidang kepemimpinan Gereja

Suatu soal tersendiri yang saya amati ialah soal pertalian kekeluargaan di dalam Gereja yang menyebabkan kekurangan kewibawaan dari pemimpin-pemimpin atas orang yang dipimpin dan atas orang-orang yang dipekerjakan oleh Gereja. Ikatan-ikatan kekeluargaan yang tebal ini menyebabkan kekurangan ketegasan dalam kepemimpinan dan pengambilan keputusan.

B. Di dalam Masyarakat

1. Soal oknum alat negara yang mengambil kelapa dari perkebunan-perkebunan swasta, termasuk perkebunan Gereja, sehingga tidak ada seorang yang berani meminta pertanggung jawaban mereka.

2. Tapol-tapol golongan C yang tadinya sudah dibebaskan, dikumpulkan kembali, menurut kabar hanya untuk mendapat tenaga kerja murah. Kalau benar tidakkah perlu Gereja menaruh perhatian terhadap soal ini, dan, jika perlu, mengingatkan pihak yang berwenang akan penyelewengan mereka tentang jalan perikemanusiaan yang telah ditempuh oleh Pemerintah pusat ?

Mungkin suatu faktor yang menghambat Gereja dalam menghadapi segala persoalan ialah kekurangan komunikasi dengan Gereja-gereja lain, atau isolasi Gereja. Perlu dipergunakan setiap kesempatan untuk bertemu dengan pemimpin-pemimpin dari Gereja-gereja lain, untuk ke luar daerah dan melihat daerah-daerah dan Gereja-gereja yang lain.

GMIH adalah Gereja yang masih muda. Ia tidak terikat pada tradisi-tradisi yang lama. Ia lebih mudah menempuh jalan-jalan yang baru daripada Gereja-gereja yang sudah tua. Hal ini merupakan suatu kekuatan.

Akhirnya Korda merasa optimis terhadap suatu Gereja yang mengakhiri laporannya dengan ucapan sebagai berikut: "Terpujilah Nama Tuhan Yesus Kepala Gereja karena oleh kemurahan dan kasih sayangNya

maka penduduk kafir di Halmahera dan pulau-pulau sekitarnya telah memikul salib dan menjadi murid Tuhan Yesus Kristus",

MENGENAI PERINGATAN 25 TAHUN DEWAN GEREJA - GEREJA

DI INDONESIA

Oleh

Olaf Schumann

Pada tanggal 25 Mei 1975 Dewan Gereja-Gereja di Indonesia merayakan hari ulang tahunnya yang ke-25. Puncak peringatan ini ialah suatu kebaktian di Gereja Immanuel, tempat di mana seperempat abad yang lalu konferensi pembentukan mengumumkan terjadinya organisasi gerejani yang baru ini sesudah Anggaran-Dasarnya diterima 1).

Ada dua faktor utama yang membenarkan untuk memberikan perhatian khusus terhadap peringatan DGI ini dan dengan itu juga kepada DGI sendiri. Yang pertama ialah bahwa DGI dikenal dalam lingkungan oikumenis yang lebih luas waktu ia pada tahun 1972, atas nama ke-42 gereja-anggotanya, mengundang Dewan Gereja-gereja se-Dunia untuk mengadakan Sidang-Rayanya yang ke-V di Ibukota Indonesia. Mulamula undangan ini diterima baik sampai pada waktu Panitia Pusat DGD memutuskan pada sidangnya di Berlin pada bulan Agustus 1974 bahwa pada masa ini ia belum dapat mengabulkan undangan ini; keputusan ini diambil melihat ketegangan antara pelbagai golongan agama di Indonesia. Faktor yang kedua ialah bahwa struktur ikatan gerejani ini merupakan sesuatu yang luar biasa. Mengingat akan jumlah besar gereja-gereja yang berbeda-beda, yang di kebanyakan negara hanya merupakan minoritas-minoritas kecil, pun jika diambil jumlah anggota dari semua gereja itu, maka tujuan yang 25 tahun yang lalu dengan kegembiraan yang besar dijadikan sasaran, yaitu kemenangan atas perpecahan gereja sampai Gereja yang Esa diwujudkan, dapat menjadi perangsang yang kreatip. Perpecahan gereja di Indonesia disebabkan terutama oleh banyaknya gereja suku dan kurang oleh pertentangan-pertentangan konfesi. Pasal 3 Anggaran Dasar DGI jelas dan terang dalam hal sasaran terbentuknya DGI "Tujuan DGI ialah pembentukan Gereja Kristen yang Esa di Indonesia". Tetapi segera harus dikatakan :

1) Karangan ini mula-mula terbit dalam majalah Zeitschrift für Mission I, 1975, 215-227, dengan judul 25 Jahre Rat der Kirchen in Indonesien, kemudian dibahasa-Indonesiakan oleh Nn. A.L. Fransz SH. Untuk membahas 'pra-sejarah" DGI, pembaca dipersilahkan membaca karangan F.L. Cooley, Bagaimana Terbentuknya D.G.I.?, dalam Peninjau II, 1975, 286-305.

« ÎnapoiContinuă »