Imagini ale paginilor
PDF
ePub

sebagaimana yang diharapkan oleh GMIH. Dan semua yang telah dicapai sekarang tak dapat disangkal - adalah juga karena bantuan dan sambutan yang positip, baik secara langsung atau tidak langsung, yang telah diterima dari D.G.I., Persetia dan Gereja-gereja yang berada di Indonesia, dan juga dari Badan Zending di Negeri Belanda.

Dalam hal ini perlu disebutkan secara khusus Gereja Masehi Injili Minahasa dan Gereja Protestan Maluku yang telah menunjukkan partisipasinya yang nyata dengan perbantuan tenaga-tenaga pengajar guna menambah tenaga-tenaga pengajar yang masih kurang jumlahnya.

Kini, pada rapat Persetia di Sukabumi pada Paskah tahun 1973, Akademi Theologia GMIH telah diterima sebagai anggota Persetia.

Sesudah perang dunia II keadaan di dalam Gereja dan masyarakat berobah. Di bidang kesenian misalnya tari-tarian banyak menyalahi adat yang baik dan mengganggu kesejahteraan rumah tangga.

Murid-murid Sekolah Dasar dan S.M.P. yang lulus, ingin melanjutkan pelajarannya. Sekolah Alkitab sering dilihat hanya sebagai kesempatan yang terakhir, apabila mereka gagal dalam ujian untuk sekolah lain, atau apabila orang-tua tidak sanggup mengongkosi sekolah lain. Namun syukurlah masih ada cukup pemuda/pemudi yang merasa terpanggil untuk bekerja dalam Gereja.

Pada umumnya diakui bahwa guru-guru hasil pendidikan Zending jauh lebih baik dari pada guru-guru pendidikan GMIH.

GMIH tidak mempunyai pusat latihan kader.

5. Petugas Gereja dari Gereja Tetangga

GMIH mempunyai empat petugas dari Gereja Tetangga, yakni :

a. Nn. Pdt. A.E.D. Palit yang berasal dari Minahasa dan diutus oleh Gereja Masehi Injili Minahasa. Ia datang bekerja dalam GMIH pada tahun 1969. Ia adalah tamatan dari fakultas theologia Universitas Kristen di Tomohon. Sebelum ia dipekerjakan dalam GMIH, ia memegang jemaat Talete di Minahasa. Di GMIH ia menjadi penghantar jemaat di Ternate dan mengajar pada Akademi Theologia.

b. Pdt. P. Tapilatu, priya, berkeluarga dan mempunyai satu anak. Ia berasal dari Ambon dan diutus oleh Gereja Prot. Maluku. Ia datang bekerja di GMIH pada bulan Desember tahun 1971. Ia adalah tamatan dari S.T.T. Jakarta dan mengajar pada Akademi Theologia di Ternate. Bekerja di GMIH mulai Desember 1971. Tamatan S.T.T. Jakarta. Mengajar pada Akademi Theologia di Ternate.

c. Dr. L. Stroband, priya, lahir pada tanggal 1 - 11 - 1940, berpendidikan kedokteran, berkeluarga dan mempunyai dua anak. Ia berasal dari Nederland dan diutus oleh Gereja Ned. Hervormd. Ia tiba di Halmahera pada tahun 1971 dan bekerja di rumah sakit di Tobelo dan pada umumnya melayani GMIH di bidang kesehatan.

Nyonya Stroband banyak bergerak di bidang Kaum Ibu. d. Rev. James Haire dan Nyonya. Belum ada anak 1973. Rev. Haire berasal dari Irlandia dan diutus oleh Presbyterian Church of Ireland. Mereka tiba di Ternate pada bulan Desember tahun 1972. Rev. Haire dapat gelar M.A. dari Oxford University. Sebelum ke Ternate, ia memegang jemaat di Irlandia. Sekarang ia mengajar di Akademi Theologia di Ternate.

Nama Nyonya Haire Mary Christina. Ia berasal dari Inggris dan bergelar M.A. dari Oxford University. Ia mengajar di Akademi Theologia di Ternate dan di samping itu ditugaskan di bidang pembinaan jemaat.

6. Pola-pola Kepemimpinan dalam Gereja

Anggota-anggota Gereja menghormati pemimpin-pemimpin Gereja sebagai hamba-hamba Tuhan dan hamba-hamba Gereja. Pemimpin-pemimpin memandang anggota-anggota jemaat sebagai saudara-saudara dan anak-anak di dalam Tuhan. Penghentar-penghentar jemaat dan pejabat-pejabat pimpinan Klasis tidak berlaku sebagai pemerintah atas jemaat, melainkan sebagai pelayan dan gembala.

Pola kepemimpinan dalam GMIH paling dapat dicerminkan dengan istilah-istilah "modern" dan "demokratis".

Sikap pemimpin-pemimpin GMIH paling dapat dicerminkan dengan istilah-istilah pelayan, gembala, guru.

Pola kepemimpinan GMIH nampaknya kurang kuat, disebabkan oleh kekurangan pendidikan pemimpin-pemimpinnya. Karena itu organisasi kurang lancar dan tata usaha kurang teratur. Dengan adanya usaha Departemen Studi dan Penelitian ini maka GMIH melihat kelemahannya dan berusaha memperbaikinya.

Pertanyaan mengenai pola kepemimpinan yang cocok dengan keadaan daerah sekarang, tidak dijawab oleh Pimpinan Gereja, maupun anggota-anggota biasa atau oleh korger. Dalam memikirkan soal ini maka penulis laporan ini melihat dua faktor yang mungkin penting untuk menentukan pola kepemimpinan yang paling cocok, yakni:

a. Jarak di antara klasis-klasis dan jemaat-jemaat dan kurang lancarnya komunikasi baik di laut, maupun di darat, karena kekurangan kapal-kapal dan tidak adanya jalan-jalan oto.

Dalam keadaan ini perlulah kepemimpinan yang didesentralisasi dan timbullah pertanyaan apakah tidak lebih tepat organisasi dahulu dengan adanya "ring" di antara klasis dan jemaat. Ring itu merupakan persekutuan dari jemaatjemaat yang berdekatan dan mengadakan persidangan empat kali setahun (lihatlah Anggaran Rumah Tangga Bab B). b. Seorang pemimpin Gereja pernah mengatakan bahwa tidak ada kewibawaan dari seorang Halmahera atas orang sesukunya. Dikatakan bahwa orang Halmahera lebih taat kepada orang Belanda atau orang Amerika yang dahulu bekerja di dalam GMIH, daripada kepada seorang dari sukunya sendiri.

Kesimpulan apakah yang dapat kita tarik dari keadaan ini untuk pola kepemimpinan yang paling cocok di Halmahera ? Mengapa orang Halmahera lebih taat kepada orang dari luar negeri daripada kepada orang dari sukunya sendiri? Mungkin karena kekeluargaan yang sangat tebal. Di dalam sesuatu keluarga memang anak-anak taat kepada orangtuanya, tetapi antara orang dewasa mungkin tidak ada lagi ketaatan dari yang satu kepada yang lain. Mereka merasa terlalu dekat satu pada yang lain. Karena itu yang satu tidak mempunyai kewibawaan atas yang lain. Dengan orang luar negeri mereka merasa jaraknya jauh dan faktor yang juga menentukan dalam hal ini ialah kedudukan ekonomi mereka yang lebih kuat. Jadi yang perlu agaknya dipupuk suatu distansi antara yang dipimpin dan yang memimpin. Di lain daerah distansi ini terdapat antara rakyat dan bangsawan, sehingga pendeta-pendeta sering kali diambil dari golongan bangsawan. Tetapi di Halmahera hal ini tidak terjadi. Tidak diketahui sekarang apakah ada golongan bangsawan atau tidak.

Persoalan ini dapat dipecahkan dengan memberikan pendidikan yang tinggi kepada calon-calon pemimpin. Di Jawa telah timbul golongan aristokrasi yang baru, yakni orang-orang yang berpendidikan tinggi, di samping golongan bangsawan yang lama. Hal ini dapat diperkirakan akan terjadi di daerahdaerah yang lain.

Demikianlah sekelumit pikiran pengarang laporan ini. Menurut Ketua Sinode GMIH, Pdt. R. Salakparang maka kekurangan kewibawaan pejabat-pejabat Gereja terletak pada : a. Kuasa nabi/rasul kurang dipraktekkan dalam kehidupan pejabat-pejabat Gereja.

b. Pejabat-pejabat Gereja kurang menjadi garam dan terang di tengah-tengah masyarakat yang dilayani.

c. Kaum awam di jemaat yang lebih tinggi pendidikannya dan ekonominya. Tetapi hal ini hanya benar untuk sebagian kecil saja.

Petugas-petugas dalam GMIH belum cukup, karena masih banyak petugas yang merangkap dua atau lebih dari dua pekerjaan. Banyak jemaat yang masih dipimpin oleh Penatua atau syamas. Yang masih dibutuhkan:

Pendeta

Guru Jemaat k.l.

Sarjana Theol.

12 orang

70 orang

2 orang untuk Akademi Theologia di Ternate. Laporan ditulis pada tahun 1970. (Mungkin dengan kedatangan Pdt. P. Tapilatu pada tahun 1971 dan Rev. dan Ny. Haire pada tahun 1972, kekurangan ini sudah dipenuhi).

Selain dari itu yang sangat mendesak ialah tenaga wanita untuk memimpin organisasi wanita. Ketua seksi wanita sekarang ini seorang pria !

Juga mutu kepemimpinan petugas-petugas Gereja belum cukup. Dirasa perlu supaya pemimpin-pemimpin pada tingkat pusat dan klasis yang mempunyai keahlian dalam hal mengurus suatu organisasi.

Pada tingkat jemaat masih banyak tenaga yang tidak terdidik.

Jaminan yang diterima oleh petugas tidak mencukupi berhubung dengan kemahalan pada dewasa ini. Oleh karena itu maka para pegawai terpaksa mencari jalan untuk mengatasi kesulitan mereka. Sering mereka minta izin untuk membuat sesuatu di samping pekerjaan Gereja untuk menambah pencarian mereka, atau mereka melalaikan tugasnya. Mereka juga mengganggu keuangan Gereja dengan meminjam sejumlah uang yang melebihi gaji mereka.

Lembaga-lembaga pembinaan petugas Gereja yang ada sekarang belum cukup, mengingat kebutuhan. Yang sangat dirasakan perlu ialah pembinaan petugas wanita. Karena itu maka pada tahun 1971 Gereja akan mengirim seorang wanita ke Sekolah Pekerja Wanita Kristen di Magelang.

Tentang petugas dari GMIH yang telah dipekerjakan dalam GMIH, kesan pelapor ialah bahwa tenaganya sudah terintegrasikan dalam GMIH.

Menurut Ketua Sinode (Pdt. C. Ray-ray) maka keefektifan dan kecocokan pola kepemimpinan dalam Gereja sekarang belum cukup, berhubung dengan kekurangan tenaga.

Menurut Ketua Sinode (Pdt. C. Ray-ray) *) jumlah tenaga yang dibutuhkan dalam waktu 10 tahun yang akan datang ialah sebagai berikut :

[blocks in formation]

Mengenai Pendeta : Sepuluh tahun yang akan datang 7 orang akan dipensiunkan. Juga diperhitungkan kemungkinan bahwa ada yang sakit atau yang meninggal dunia. Selain dari itu maka Sekolah-sekolah Alkitab perlu mendapat tenaga khusus dan Akademi Theologia di Ternate perlu mendapat tambahan tenaga dosen. Juga dirasakan perlu seorang Pendeta untuk memimpin angkatan muda.

Mengenai Guru Jemaat Jumlah yang besar ini diperlukan untuk mengganti tenaga yang tidak berpendidikan seperti Penginjil tingkat II yang diangkat dari Majelis Gereja.

Mengenai Guru Agama: Sampai sekarang pengajaran agama diberikan oleh guru-guru sekolah sendiri. Guru agama yang berbeselit seperti yang dianjurkan oleh Kementerian Agama, belum ada. Tetapi dalam waktu dekat perlu diangkat guru-guru agama sedemikian, untuk mengajar agama pada sekolah-sekolah dasar GMIH yang berjumlah 100 buah.

Hanya di Tobelo guru-guru agama terdiri dari pendetapendeta dan seorang guru jemaat tua.

Mereka bekerja tanpa honor. Di luar Tobelo guru-guru jemaat yang mengajar di sekolah, mundur semua, karena Kantor Dinas Agama Kristen Kabupaten Maluku Utara dan Propinsi Maluku kurang memberi rangsangan.

C. Keadaan Pembiayaan

Dari tingkat Jemaat s/d Sinode, Gereja berusaha membuat anggaran pendapatan dan pengeluaran, meskipun dalam wujud sederhana sesuai dengan kondisi dan kemampuan.

*) Waktu Pdt. C. Ray-ray mengarang laporan mengenai kepemimpinan dalam G MIH, beliau adalah ketua Sinode. Pada tahun 1971 beliau diganti oleh Pdt. R. Salakparang.

« ÎnapoiContinuă »