Imagini ale paginilor
PDF
ePub

Himpunan Undang-undang & Peraturan Mengenai Masalah

Cina di Indonesia (Melengkapi Buku Masalah Cina di Indonesia). Disponsori oleh Yayasan Lima, Jakarta t.t., 66 halaman.

Buku kecil yang covernya bergambar porselin antik Cina ini memang sangat menarik setiap pembaca. Bukan hanya gambarnya tetapi juga isi dalam porselin antik itu sendiri, yakni undang-undang dan peraturan mengenai masalah Cina di Indonesia. Buku ini adalah untuk melengkapi buku Masalah Cina di Indonesia, yang dikarang oleh W.D. Soekisman (bdn. tinjauan tentang buku ini dalam Peninjau III, hal. 164 dyb).

Bila kita membaca buku tersebut secara keseluruhannya, maka dapatlah kita uraikan secara singkat pokok-pokok yang diungkapkannya :

1. Undang-Undang Tanggal 10 Pebruari 1910.

2. Undang-Undang 1946 No. 3 Tentang Warga Negara, Penduduk, Negara. 3. Peraturan Pemerintah 1947 No. 5 Tentang Warga Negara.

4. Penjelasan Undang-Undang 1947 No. 8 Tentang memperpanjang waktu untuk mengajukan pernyataan berhubung dengan kewargaan negara In donesia.

5. Undang-Undang 1948 No. 11 tentang warga negara, pernyataan Presiden Republik Indonesia.

6. Persetujuan perihal pembagian warga negara L.N. 1950 No. 2.

7. Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1950 tentang menjalankan hak me. milih dan hak menolak kebangsaan Indonesia bagi orang yang menjelang waktu penyerahan kedaulatan Kaulanegara Kerajaan Belanda.

8. Undang-Undang No. 62 tahun 1958 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia.

9. Undang-Undang No. 4 tahun 1969 tentang tidak berlakunya Undang-Undang No. 2 tahun 1958 tentang persetujuan perjanjian antara Republik Indonesia dan RRC mengenai soal Dwi-Kewarganegaraan.

Undang-undang dan peraturan-peraturan mengenai kewarganegaraan yang ter sebut dalam buku ini perlu sekali diketahui oleh setiap warganegara, tidak hanya untuk golongan Cina. Sebab hal itu dapat juga menolong masyarakat umum me. mahami lebih objektip terhadap buku Masalah Cina di Indonesia, yang dikarang oleh W.D. Soekisman.

Dalam mempelajari buku ini, mungkin kita tidak perlu secara teliti membahas seluruh isi buku karena undang-undang dan peraturan mengenai kewar ganegaraan yang disahkan oleh pemerintah itu sudah merupakan hasil pemikiran yang amat teliti namun mungkin kita perlu membahasnya secara praktis, dalam arti sampai sejauh mana isi buku itu dapat mencerminkan masalah-masalah yang menyangkut keberadaan, kedudukan serta aktivitas orang-orang Cina di Indonesia, sesuai dengan apa yang telah diceritakan oleh W.D. Soekisman dalam bukunya Masalah Cina di Indonesia.

Menurut hemat saya, isi buku itu belum secara sempurna mencakup apa yang diuraikan dalam buku Masalah Cina di Indonesia. Undang-undang dan peraturan-peraturan yang disebut dalam buku itu agaknya sangat kurang lengkap. Mungkin lebih cocok bila judul buku ini disebut saja, misalnya: "Himpunan : Beberapa Undang-Undang dan Peraturan mengenai Masalah Cina di Indonesia (19101969)" sehingga buku itu dapat lebih dipertanggung-jawabkan.

Undang-undang dan peraturan-peraturan mengenai masalah Cina di Indone sia, bila mau dihitung mulai kedatangan mereka sampai menjadi penduduk tetap bahkan menetap beberapa generasi lamanya, adalah banyak sekali. Undangundang dan peraturan-peraturan mengenai masalah Cina itu meliputi banyak bidang antara lain bidang kewarganegaraan, bidang kebudayaan, bidang pendidikan, dan bidang perdagangan. Oleh karenanya, saya merasa bahkan buku ini per lu ditambah isinya sehingga menjadi lebih lengkap.

[ocr errors]

Dalam membaca serta memahami buku ini tegasnya tentang soal DwiKewarganegaraan (hal. 62 s/d hal. 66) agak sulit diikuti oleh pembaca sehingga timbul suatu tanda-tanya: Apakah sebabnya dalam memuat Undang-Undang No. 4 tahun 1969 dan disertai dengan penjelasannya yang begitu tepat (menurut penulis) penyusun tidak memberikan suatu tempat untuk memuat UndangUndang No. 2 tahun 1958 itu, sekalipun undang-undang tersebut tidak berlaku lagi, tetapi toh perlu diketahui juga.

Saya sangat menghargai tulisan yang terdapat dalam halaman 64, yaitu mengenai penjelasan atas Undang-Undang nomor 4 tahun 1969 tentang pernyataan tidak berlakunya Undang-Undang nomor 2 tahun 1958 tentang persetujuan perjanjian antara Republik Indonesia dan R.R.C. mengenai soal Dwi-Kewarganega. raan. Hal ini penting sekali diketahui dan dipahami oleh orang-orang Cina di Indonesia yang menghadapi problema tersebut.

Saya tidak dapat melihat sampai sejauh mana bagian No. 7 (hal 65), yakni "Penangguhan hubungan diplomatik-konsuler antara Republik Indonesia dengan Republik Rakyat Cina memang mempunyai effek dan mempengaruhi, bahkan menghindarkan pelaksanaan Perjanjian Dwi-kewarganegaraan tersebut" da pat kita setujui atau benarkan. Karena pemerintah mempunyai wewenang penuh secara initiatip dan bebas untuk memberlakukan atau mencabut Undang-undang dan peraturan-peraturan bahkan perjanjian bilateral dengan luar negeri demi kepen

tingan nasional. Tetapi saya yakin bahwa penjelasan (no. 7 tersebut) mempu. nyai maknanya tersendiri.

Catatan tentang memori penjelasan mengenai usul undang-undang tentang kewarganegaraan Republik Indonesia (lih. hal. 48), sangat baik. Karena, terlepas daripada setuju atau tidak setuju isinya, hal itu sedikit banyak dapat membantu orang-orang yang "buta" tentang masalah kewarganegaraan.

Mengenai memori itu, agaknya tidak jelas sifatnya dan maksudnya untuk menempatkannya dalam halaman 48-61 daripada buku ini. Apakah memori ini ju ga dapat dimasukkan dalam buku ini, dalam himpunan undang-undang dan peraturan mengenai masalah Cina di Indonesia? Dan memori ini dari siapa ditujukan kepada siapa?

Bagaimanapun buku ini mempunyai nilainya tersendiri yang tidak perlu kita ragukan. Nilainya adalah jelas bahwa buku ini dapat membantu kita bahkan me rangsang masyarakat "non pribumi" untuk sungguh-sungguh mempelajari selukbeluk masalah kewarganegaraan. Kita diingatkan untuk tidak sembarang memilih atau menolak sesuatu kewarganegaraan, baik di dalam maupun di luar negeri dan kita juga disadarkan harus melaksanakan kewajiban sebagai warga negara yang bertanggung-jawab.

Yahya Wiriadinata

Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam. Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang 1975, 220 halaman.

Dengan uraian-uraian yang dimuat dalam buku ini, pengarang menambahkan lagi sebuah buku pada kepustakaan dalam bahasa Indonesia, yang memperkenalkan gerakan dan dinamisme yang pernah berkembang di lingkungan para pemuka Islam, terutama pada abad yang lalu dan pertengahan pertama abad kita ini.

Seperti yang dapat dilihat dari sub-judul buku ini. penulis tidak berusaha untuk merampungkan secara sistematis apa yang pernah dikemukakan oleh para pembaharu pemikiran Islam, dengan maksud menuju kepada suatu rumusan baru atau "re-interpretation" dari dogmatika atau sistematika theologia Islam. Yang digariskannya ialah sejarah pemikiran dan gerakan, sambil mengumpulkan dan menguraikan data-data dari perbendaharaan pemikiran Islam modern yang sudah tersedia, dan dengan usaha serupa ini dapat diharapkan bahwa yang sudah ada akan dibahas dan diperkembangkan lebih lanjut lagi.

Bahan-bahan yang dimuat dalam buku ini mula-mula disusun sebagai bahan kuliah. Sebab itu tidak terlalu berat membacanya, pun untuk pembaca yang be lum pernah membahas secara terlalu mendalam pokok yang dibicarakan dalam buku ini. Dengan kata lain dengan bahasanya yang jelas dan sederhana, penulis memberikan suatu pengantar dalam pemikiran Islam modern yang tidak pa. tut menarik perhatian para pemikir Islam sendiri pada masa kini saja, tetapi juga yang sangat berguna untuk orang-orang lain yang ingin pula lebih memperdalam

pengetahuannya tentang apa yang digumuli oleh para pemuka Islam pada dua abad yang lalu. Mereka akan mendapati bahwa banyak pokok pergumulan di situ tidak asing dalam sejarah perkembangan pemikiran dari kelompok-kelmpok mereka sendiri, baik yang Kristen maupun yang Hindu atau Buddha. Tidak ada kelompok yang dapat bersikap buta terhadap konfrontasi antara pengertian tradi sionil tentang agama dan semangat pemikiran sekuler dan tekhnis yang lambang. lambangnya dipasang sampai di atas ataupun di dalam tempat-tempat ibadah. Biarpun jawaban-jawaban yang diberikan terhadap tantangan-tantangan zaman modern berlainan, namun ada banyak hal di mana satu kelompok dapat belajar dari yang lain; dan inilah sebabnya mengapa kami anjurkan supaya buku ini mendapat perhatian pula di luar lingkungannya sendiri.

Dalam dua tahap utama usaha-usaha pembaharuan dalam Islam itu bergerak. Yang pertama menyangkut warisan dan keadaan umat Islam yang aktuil pada masa kehidupan masing-masing pembaharu. Dan ada di antara mereka yang teruta ma berusaha menggali kembali unsur-unsur Islam yang benar-benar menurut keyakinan mereka, berasal dari Allah dan yang pernah membawa umat Islam pada puncak keperadabannya, serta menunjuk kepada kelemahan-kelemahan yang disebabkan oleh sikap dan kebiasaan orang-orang Islam sendiri; sedang pengaruh pemikiran yang datang dari luar dunia Islam tidak banyak dipersoalkan. Sehingga mereka ingin suatu pembaharuan pemikiran dan tindak laku yang muncul dari dalam umat Islam sendiri. Contoh untuk sikap ini terdapat dalam generasi ter tua dari para pembaharu, yaitu Syah Waliullah di India dan Abd al-Wahhab di Arabia pada abad ke-18; mereka sebenarnya dipelopori oleh Ibn Taimiya yang hidup di abad ke-13 Masehi. Di abad ke-19, pergumulan dengan alam pikiran Barat baik yang bersifat ilmiah atau filosofis maupun yang menyangkut soal politik dan kekuasaan semakin bertambah, dan dengan demikian tahap yang kedua tercapai. Adalah menarik untuk meninjau dalam uraian Dr. Harun Nasution, betapa berbeda jawaban-jawaban yang dikemukakan oleh para pembaharu ada yang menolak sama sekali apa yang datang dari Barat (Jamal ad-din alAfghani umpamanya), ada yang mau menerimanya sebagai pelengkap yang meningkatkan warisan yang dari dulu supaya dapat bertemu dengan semangat zaman modern (misalnya Sayyid Ahmad Khan), dan ada yang lebih cenderung kepada selektivisme : menerima apa yang dianggap baik dan tidak bertentangan dengan apa yang dipahami sebagai ciri dari agama, sambil mempertemukannya dengan unsur-unsur warisan yang dinamis yang telah dikebumikan di bawah beban tradisi, dan yang olehnya perlu digali dan dihidupkan kembali (Muh. Abduh atau Muh. Iqbal misalnya; uraian tentang filsafat Iqbal agak singkat rasanya). Tetapi di samping semua perbedaan dalam kepribadian dan cara pemikiran mereka, semuanya terdorong dari cita-cita yang sama untuk mengembalikan tempat yang wajar kepada agama dalam kehidupan orang-orang Islam modern.

Karangan Dr. Harun Nasution ini merupakan pelengkap yang cukup berharga untuk buku W.C. Smith, Islam in Modern History (Princeton 1957. 317 halaman), yang pernah diterjemahkan ke dalam Indonesia dengan judul Islam da lam Sejarah Modern, 2 jilid, Jakarta : Bhratara 1962/1964, sehingga siapa yang hendak lebih memperdalam pengetahuannya dalam pokok-pokok yang digarap, sebaiknya membaca dua buku itu berdampingan.

Dalam buku Pembaharuan dalam Islam, tiga bagian besar menguraikan alam pikiran para pemuka di Mesir, di Turki, dan di India/Pakistan. Seperti halnya

dalam buku W.C. Smith, demikian pula di sini, alam Indonesia dan Malaysia, atau bagian dunia yang berbahasa Melayu/Indonesia, tidak hadir. Maka timbullah pertanyaan kenapa? Apakah keadaan Islam di Indonesia masih sedemikian rupa, sehingga belum dapat disambung dengan perkembangan dunia Islam di daerah-daerah Islam lain? Na, ini bukan tempatnya untuk memperdalam persoalan ini. Tetapi, menurut hemat kami, dengan Haji Agus Salim, H.O.S. Cokroaminoto dll., atau dengan mereka yang tetap ada di antara kita seperti Moh. Natsir atau Moh. Roem umpamanya, umat Islam Indonesia juga pernah melahirkan pemikir-pemikir kreatip yang tidak saja mengulang-ulangi apa yang su dah dikatakan di tempat lain, sehingga "pembaharuan dalam Islam di Indonesia" tetap mengundang suatu pembahasan yang mendalam, dan yang sepatutnya harus (pula) dikarang dalam bahasa Indonesia. Apakah Dr. Harun Nasution sendiri, di tengah-tengah segala kesibukannya sebagai rektor I.A.I.N. Ciputat/Jakarta, dapat menambahkan suatu "Bahagian IV" dalam bukunya? Ataukah seorang sarjana yang muda lainnya? Sementara ini dirasakan perlu sekali kiranya supaya buku Dr. Deliar Noer, The Modernist Muslim Movement in Indonesia 1900-1942 (Kuala Lumpur 1973, 390 halaman) diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, sebagai suatu pembahasan yang agak menyeluruh dan sangat berguna untuk diketahui dan diperhatikan juga di Indonesia, tanah air penulis di mana pernah terjadi apa yang diuraikannya.

Olaf Schumann

« ÎnapoiContinuă »