Imagini ale paginilor
PDF
ePub

27.

28.

usaha yang secara khusus memperhatikan golongan-golongan dan daerah-daerah yang terbelakang dan tercecer. Di mana perlu dapat diadakan "diskriminasi" yang menguntungkan golongan-golongan dan daerah-daerah yang tercecer itu..

(i) Seharusnya generasi muda diikut-sertakan dan didengar aspirasinya dalam pemikiran dan pelaksanaan pengamalan Pancasila dalam membangun masa depan bersama.

IV. Panggilan untuk Pembebasan dan Persatuan dalam Dunia :

Nairobi (SRV DGD) dan Nairobi (UNCTAD IV)

Belanda pernah menjajah Tanah Air kita yang luas ini setelah perlawanan bangsa kita di bawah pahlawan-pahlawan yang namanamanya sekarang menghiasi jalan-jalan di semua kota di Indonesia dipatahkan. Perlawanan-perlawanan itu tidak berhasil oleh karena waktu itu bangsa kita berjuang sedaerah-sedaerah dan dengan cara-cara pra-modern. Kita baru berhasil mencapai pembebasan dari penjajahan setelah kita berjuang sebagai bangsa yang bersatu dan dengan cara-cara yang cukup modern. Perjuangan untuk pembebasan dan persatuan ini mencapai puncaknya dalam perang kemerdekaan kita. Pembebasan berarti pemisahan dari ikatan yang dahulu ada dengan penjajah Barat. Namun setelah pembebasan berhasil, maka kita tidak lepas dari proses di dunia umumnya yang semakin dipersatukan oleh kemajuan-kemajuan ilmu dan teknologi. Kita telah merdeka, tetapi kita masih tetap termasuk negaranegara terkebelakang yang sekarang disebut negara-negara sedang berkembang. Dengan susah payah kita berusaha untuk menjadi lebih modern dan lebih maju, sedangkan negara-negara yang telah modern dan maju justru berada dalam krisis kemodernan dan krisis kemajuan. Kita seolah-olah berdesak-desak untuk membeli karcis masuk bioskop, sedangkan dari dalam ruang pertunjukan kedengaran teriakan-teriakan dari orang-orang yang telah "binnen", artinya yang telah berada di dalam: "Filmnya tidak lucu". Negaranegara yang maju dan modern meneriakkan bahaya nuklir, bahaya ekologi dan seterusnya. Bahkan ada yang berkata bahwa negara-negara maju merupakan "kanker" dalam tubuh umat manusia, artinya mereka itu merupakan jaringan tubuh yang bertumbuh terlalu pesat sehingga menjadikan seluruh tubuh sakit. Inilah suara-suara dari futurolog-futurolog yang pesimis. Ada juga futurolog-futurolog yang bernada optimis. Bagaimanakah sikap kita? Apakah kita tetap mau masuk bioskop? Jawabnya ialah bahwa kita toh tetap mau masuk, tetapi sekaligus kita ikut berusaha agar filmnya diganti.

Sidang Raya V DGD di Nairobi (1975) menyebut empat unsur penting, dan bersifat revolusioner yang akan mempengaruhi perubahan-perubahan dalam dasawarsa mendatang, yaitu (1) kebutuhan dari duapertiga penduduk dunia (2) masalah pangan dan masalah eko

29.

30.

logi yang mengancam generasi sekarang dan generasi mendatang (3) penyalahgunaan kekuasaan dan perjuangan dari mereka yang tanpa kuasa (4) persoalan-persoalan masyarakat makmur yang terus bertumbuh serta akibatnya terhadap bagian yang lain dari umat manusia. Tentu dapat lagi kita sebut ketakutan terhadap perang nuklir, masalah enersi, semakin menipisnya sumber-sumber daya alam, dan seterusnya.

Berhubung dengan analisa tadi, maka Sidang Raya V DGD berpedapat bahwa diperlukan transisi ke arah suatu masyarakat global yang lestari dan adil. Ini berarti suatu transformasi, suatu "pertobatan" dari struktur-struktur dan nilai-nilai yang sekarang ini menguasai hidup manusia dan masyarakat, tidak saja di negara-negara maju, tetapi juga di negara-negara sedang berkembang. Dapatkah transisi dan transformasi itu terlaksana tanpa melalui konfrontasi dan katastrofe-katastrofe ?

UNCTAD IV (Nairobi 1976) kita lihat sebagai salah satu langkah dalam usaha-usaha untuk melaksanakan transisi dan transformasi itu melalui percakapan antara semua pihak. Inilah sebabnya mengapa kepada bab ini kita berikan judul tambahan: Nairobi (Sidang Raya V DGD, 1975) dan Nairobi (UNCTAD IV, 1976). Kita ketahui bahwa masalah harga bahan-bahan mentah merupakan salah satu acara pokok di UNCTAD IV. Memang keterlaluan juga bahwa dalam tahun 1960 Malaysia (dan juga Indonesia) dapat membeli 15 traktor dari Inggeris dengan mengekspor 25 ton karet sedangkan dalam tahun 1976 hanya 2 traktor saja yang dapat diperoleh dengan 25 ton karet. UNCTAD juga membicarakan beban hutang. Selain dari pertanyaan apakah hutang itu dipergunakan sebaik-baiknya oleh negara-negara sedang berkembang, maka ada tempat bagi pertimbangan mengenai prinsip "pembebasan" dari hutang, seperti juga terdapat dalam Perjanjian Lama.

Kita di Indonesia terlibat dalam dua proses. Pada satu pihak kita dengan susah payah meningkatkan modernisasi dan pembangunan kita. Pada pihak lain kita mengambil bagian dalam proses transisi dan transformasi ke arah struktur-struktur dan nilai-nilai masyarakat global yang adil dan lestari. Ini berarti membaharui struktur-struktur dan pola hidup yang menjadi sumber bagi ketidak adilan Internasional sekarang ini. Dengan sendirinya kita sebetulnya tidak dapat mempergunakan struktur-struktur dan pola hidup di negara-negara maju, yaitu struktur dan pola yang hendak dirubah itu, sebagai model dalam modernisasi dan pembangunan kita. Kita justru harus mengembangkan struktur-struktur dan pola-pola baru yang dapat merupakan sumbangan bagi proses pembaharuan struktur dan pola hidup di dunia umumnya. Namun dalam praktek masih sering terjadi bahwa secara sadar atau tidak sadar kita berusaha menerapkan struktur-struktur dan pola-pola hidup di negara maju, yang seperti kita lihat tadi, justru mau diperbaharui itu dalam pembangunan kita. Di sinilah terletak tantangan bagi kita dalam penyusunan GBHN dan Repelita yang berikut, agar GBHN

31.

dan Repelita itu membawa pembaharuan struktur-struktur dan pola hidup melalui pengamalan semua sila dalam pembangunan kita dalam tahun-tahun yang akan datang. Kita tidak dapat mengambil bagian dalam perjuangan untuk menegakkan struktur-struktur internasional yang lebih adil dan pola hidup yang lebih manusiawi, apabila cita-cita keadilan dan pola hidup baru itu tidak kita terapkan dalam pembangunan nasional kita sendiri. Dan sebagai Sidang Raya kita tambahkan bahwa kita harus mulai menerapkan cita-cita keadilan dan pola hidup baru itu dalam hidup Gereja-gereja kita sendiri dan dalam hidup kita masing-masing.

[blocks in formation]

Banyak di antara kita yang telah dan masih mengambil bagian dalam perjuangan untuk pembebasan dan persatuan dalam hidup bangsa dan negara kita. Apakah kita di waktu yang lalu berbicara mengenai pergerakan kebangsaan, mengenai perang kemerdekaan, mengenai pembinaan bangsa atau "nationbuilding", mengenai "revolusi", dan sekarang ini mengenai pembangunan, maka kedua segi tadi, yakin pembebasan dan persatuan selalu hadir. Menurut pengalaman kita maka kebebasan dapat mengancam persatuan, sedangkan sebaliknya persatuan, termasuk di dalamnya kestabilan dan keamanan, dapat pula mempersempit bahkan meniadakan kebebasan. Manusia memang selalu dapat menyalahgunakan baik kebebasan maupun persatuan. Oleh sebab itu perjuangan untuk pembebasan dan persatuan dalam hidup bangsa dan negara juga berarti mengusahakan adanya keseimbangan yang kreatif antara kebebasan dan persatuan. Yang kita perlukan ialah kebebasan yang memperkuat persatuan dan persatuan yang didasarkan pada kebebasan. Pada dasarnya ini tergantung dari tanggung jawab dan kedewasaan dalam mempergunakan kebebasan dan memelihara persatuan, baik oleh masyarakat maupun oleh pejabat-pejabat negara yang dipercayakan tugas untuk melayani kesejahteraan dan keamanan bangsa. Dalam usaha-usaha kita dalam tahun-tahun yang akan datang untuk melanjutkan pembangunan yang sekaligus meningkatkan ketahanan nasional, maka tugas untuk mengusahakan keseimbangan yang kreatif antara kebebasan dan persatuan akan merupakan ujian yang berat bagi kedewasaan dan tanggung jawab kita semua. Seperti kita lihat juga dalam pengalaman bangsa-bangsa lain, khusus bangsa-bangsa sedang berkembang yang lain, maka banyak di antara bangsa-bangsa sedang berkembang itu merasa dirinya wajib membatasi atau mengorbankan kebebasan dan keadilan demi persatuan, keamanan dan pertumbuhan ekonomi. Kita berusaha untuk menghindarkan bahaya seperti itu dengan tekad untuk bersama-sama mengamalkan semua sila dari Pancasila dalam pembangunan dan peningkatan ketahanan nasional kita dalam tahun-tahun yang akan datang.

32.

Sebagai Gereja-gereja yang telah disuruh oleh Tuhan ke dalam

negara dan masyarakat Indonesia yang menghadapi tugas yang berat dalam tahun-tahun yang akan datang dan sebagai para warga negara yang mengambil bagian penuh dalam suka dan duka bangsa dan negara kita secara bertanggung jawab, maka di tengah-tengah tantangan-tantangan dan kemungkinan-kemungkinan tersebut kita mengaku bahwa dalam Yesus Kristus sesungguhnya Allah Yang Mahaesa telah menjalankan, sedang menjalankan dan akan menggenapkan karya pembebasan dan pemersatuanNya. Dalam terang pengakuan dan kepercayaan itu kita berpartisipasi sepenuhnya dalam usaha bangsa dan negara kita untuk melanjutkan pembangunan sebagai pengamalan semua sila dari Pancasila serta meningkatkan ketahanan nasionalnya, dengan tetap memelihara keseimbangan yang kreatif antara kebebasan, keadilan, persatuan, keamanan, stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Dalam terang pengakuan dan kepercayaan tadi maka kita dapat melihat hal-hal apa yang harus kita dukung atau pelopori secara positif dan kreatif, di samping halhal yang harus kita koreksi dan perbaiki secara kritis dan realistis. Bagaimanapun besarnya kesulitan-kesulitan yang mungkin dapat kita hadapi, namun kita akan tetap bekerja dan berjuang dengan penuh pengharapan. Sebab dalam terang pengakuan dan kepercayaan tadi, maka di samping kesadaran kita mengenai dosa manusia dalam hidupnya maupun dalam struktur-struktur politik, sosial, dan ekonomi yang didirikannya dan demikian juga dalam nilai-nilai kebudayaan yang dikembangkannya, kita tetap dapat berpegang kepada anugerah dan janji Allah Yang Mahaesa, Mahamurah dan Mahapengasih, seperti telah dikomunikasikanNya di tengah-tengah dunia ini dalam Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kita yang hidup.

1.

2.

LAPORAN UMUM BADAN PEKERJA LENGKAP

SIDANG RAYA KEDELAPAN DEWAN GEREJA - GEREJA

DI INDONESIA

Oleh Soritua Nababan

Dengan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan Dunia dan Gereja, kita telah tiba di Salatiga ini dengan selamat. Pada saat kita berpisah di Siantar tahun 1971, kita berharap bahwa kita dapat bertemu empat tahun sesudah itu. Akan tetapi berhubung dengan pelaksanaan Sidang Raya DGD yang tidak jadi diadakan di Jakarta tahun 1975, kita baru dapat bertemu kembali lima tahun satu bulan kemudian. Dengan demikian kita telah melewati suatu masa kerja yang terpanjang sampai saat ini, sejak pembentukan DGI pada tahun 1950. Kita bersyukur kepada Tuhan, karena Dialah yang menyertai kita dalam tahun-tahun yang lalu, dan yang mengumpulkan kita di tempat ini dari seluruh penjuru Tanah Air. Kerinduan dari Gereja-gereja untuk bertemu dalam Sidang Raya kedelapan ini, telah dipenuhi dalam belas kasihan Tuhan.

Kita juga mengucapkan terima kasih kepada Gereja-gereja pengundang yang menjadi "tuan rumah" Sidang Raya ini. Di Siantar jumlah mereka adalah 15, akan tetapi sejak persiapan penyelenggaraan dimulai akhir tahun 1974, jumlah Gereja-gereja pengundang telah bertambah menjadi 17, yaitu dengan ikut sertanya GKJTU dan GGP, yang diterima menjadi Gereja Anggota DGI sesudah tahun 1971. Dengan demikian seluruh Gereja Anggota yang berada di pulau Jawa adalah "tuan rumah" Sidang Raya ini. Penanganan penyelenggaraan Sidang Raya ini telah mereka percayakan kepada satu Panitia Penyelenggara yang berkedudukan di Salatiga, yang terdiri dari wakil-wakil semua Gereja Anggota di Jawa Tengah yang tergabung dalam DGW dan wakil Universitas Kristen Satya Wacana. Untuk mengungkapkan partisipasi Gerejagereja Anggota di Jatim, Jabar dan Jakarta, Gereja-gereja Anggota yang tergabung dalam DGW dan yang berkedudukan di wilayahwilayah tersebut masing-masing telah membentuk Panitia Pembantu. Oleh sebab itu sejak akhir tahun 1974 seluruh Gereja Anggota yang berkedudukan di pulau Jawa telah mempersiapkan jemaatjemaat mereka menyongsong Sidang Raya ini, dan telah berusaha

« ÎnapoiContinuă »