Imagini ale paginilor
PDF
ePub

rohani dalam bahasa Galela, penterjemahan dari buku-buku katekisasi Van der Flur, dan suatu kamus dan tata-bahasa Galela. Ia juga membantu pekerjaan di Duma. Katekisasi bagi orang dewasa hampir semua dipegang oleh Van Baarda.

Desember 1884 dibaptiskan 7 laki-laki dan 11 perempuan. Perjamuan kudus pada hari Jumat Agung tahun 1885 diikuti oleh 35 orang.

Pada tahun 1886 sekolah mempunyai 35 anak.

26 Desember 1887 seorang ibu dan putrinya dibaptis. Mereka sudah mengikuti katekisasi selama 12 tahun.

1889 dibaptis 5 orang dewasa dan 17 anak. Sekarang jumlah anggota sidi 43 orang dan jumlah anggota baptis 66 orang. Tahun 1893 Van Dijken mempunyai 32 anak di rumahnya.

Bulan Juli 1894 jemaat Duma telah berdiri selama 20 tahun. Dalam waktu itu hanya dua orang meninggalkan Duma dan kembali kepada agamanya semula.

9. Sikap dan cara kerja Van Dijken

Dari riwayat lahirnya dan pertumbuhan jemaat pertama di Halmahera, dapatlah ditarik kesimpulan mengenai sikap dan metode kerja Van Dijken yang dapat digambarkan dengan semboyannya: "Melalui yang nyata kepada yang tidak nyata" (lihat hal. 4). Unsur yang kedua dari metodenya ialah: Orang yang telah menyatakan kehendaknya untuk meninggalkan kekafirannya dan menjadi Kristen, dikumpulkan dalam suatu kampung karena beberapa sebab (lihat hal. 6 dan 7). Anakanak sekolah ditampung dalam rumahnya sendiri (lihat hal. 8). Unsur ketiga yang dapat dikemukakan dari metode Van Dijken ialah Orang-orang yang menyatakan kehendaknya untuk menjadi Kristen, tidak segera dibaptis; baru sesudah pendidikan yang lama mereka dibaptis. Tidak dilakukan pembaptisan masal.

10. Pekabaran Injil di Tobelo

Zendeling Been yang pada tahun 1871 pindah dari Galela ke Tobelo, telah meninggal di Tobelo pada tahun 1882. Pada permulaan tahun 1897 Hueting tiba di Tobelo. Ia tidak menemukan sisa-sisa dari pekerjaan Been. Pendapat Hueting ialah bahwa pada suatu bangsa yang hidup dan berpikir secara animis-komunal, tidak dapat diharapkan bahwa seorang pribadi atau satu kampung akan menerima Injil. Yang dapat diharapkan ialah bahwa suatu kompleks kampung-kampung atau keluarga-keluarga akan menerima Injil. Karena itu ia merencanakan untuk sekaligus mengerjakan seluruh distrik. Untuk itu diperlukan guru-guru.

Hueting mulai dengan mengadakan sebanyak mungkin perkunjungan ke kampung-kampung dan ke pulau-pulau kecil

di muka pantai. Ia memberikan obat-obatan kepada penduduk dan dengan demikian mencoba mendapat hubungan dengan mereka. Dengan cara ini ia belajar kenal orang Tobelo dan adat mereka.

[ocr errors]

Pada tanggal 19 Januari 1898 datanglah lima orang di rumah Hueting untuk menerima pendidikan agama Kristen. Sesudah itu keadaan berkembang cepat sekali. 5 Pebruari datanglah orang dari kampung Uri kampung salah satu dari ke-5 murid yang pertama itu minta pendidikan dalam agama Kristen. 8 Pebruari Hueting mengunjungi kampung itu dan menerangkan kepada penduduk kampung itu apakah artinya menjadi Kristen. Mereka minta waktu untuk mengambil keputusan sampai hari Minggu yang akan datang. Pada hari Minggu itu Hueting menyuruh pembantunya, guru W. Tutuarima, pergi ke Uri. Sekembalinya guru Tutuarima membawa kabar bahwa seluruh kampung mau menjadi Kristen.

Kemudian kampung demi kampung memberitahukan bahwa mereka mau menjadi Kristen.

26 Pebruari Hueting tiba di kampung Wohia pada sore hari. Penduduknya telah menantikan dia sejak pagi hari. Semua orang mau menjadi Kristen. Antara mereka terdapat bekas Sangaji (Camat) Tobelo dan juga seorang Islam. Mereka mau dibaptis. Lalu Hueting menerangkan bahwa untuk itu perlu mereka membuang dulu semua benda-benda kafir yang ada pada mereka. Mereka menganggap syarat itu sangat berat, tetapi akhirnya syarat ini diterima juga.

Tanggal 25 Maret mereka mengumpulkan benda-benda kafir mereka di tempat di mana gedung gereja nanti akan dibangun, lalu benda-benda itu dibakar.

Tanggal 28 Maret hal yang sama terjadi di kampung Pitu. 11. Soal mendapat guru-guru

Cara bagaimana memperoleh guru-guru untuk membimbing orang-orang yang baru dibaptis? Mereka harus diberikan katekisasi, bukan saja yang muda, tetapi juga yang tua. Selain dari itu mereka harus diberikan bimbingan dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup secara Kristen.

Hueting hanya mempunyai guru Tutuarima. Ia minta pertolongan dari Van Dijken di Duma, tetapi di sana belum ada orang Kristen yang cukup dewasa dalam iman Kristen untuk menjadi guru. Akhirnya Hueting minta pertolongan kepada "hulppredikers" di Ambon untuk mengirim kepadanya orangorang Kristen yang agak terdidik. Oktober, Nopember Desember 1898 tibalah dari Ambon beberapa orang untuk menjadi guru. Sebelum mereka dipekerjakan diberikan sedikit pendidikan kepada mereka. Akhir tahun 1898 jemaat-jemaat terpenting telah mempunyai gurunya sendiri.

12. Sikap dan cara kerja Hueting

Nyatalah bahwa sikap dan metode kerja Hueting di Tobelo berlainan sekali dari sikap dan metode kerja Van Dijken. di Galela. Di Tobelo diadakan pembaptisan masal sebelum orang dididik. Cukuplah mereka menyatakan bahwa mereka mau menjadi Kristen dan membuktikannya dengan membakar alat-alat kekafiran mereka. Setelah mengerjakan hal itu mereka tidak lagi kafir, mereka telah menjejak jalan yang baru dan karena itu mereka menerima baptisan. Hueting berpendapat bahwa, karena seluruh kampung telah membakar alat-alat kekafiran, mereka sungguh-sungguh memutuskan ikatan dengan yang lama. Dengan cara ini tidak dialami akibat-akibat sosial yang terjadi di Galela (lihat hal 6 dan 7) dan orang Kristen baru tidak dipindahkan dari ikatan kampung mereka.

Tetapi dengan cara kerja ini diadakan pemisahan antara sakramen baptisan dan sakramen perjamuan kudus dan hal ini dahulu dilarang oleh pengurus U.Z.V. Tetapi Hueting tidak mengetahuinya.

Sejak Hueting melakukan metode ini di Tobelo maka praktek ini diikuti di seluruh Halmahera dan Pengurus U.Z.V. kemudian mengizinkan perceraian sakramen dalam keadaan yang terdapat di Halmahera.

Tetapi lama kelamaan metode ini tidak perlu lagi diikuti. Pada tahun 1907 disetujui bahwa kepada mereka yang mau menjadi Kristen, diberikan waktu percobaan dan pengajaran selama 1 tahun. Tidak boleh lebih dari itu, karena penundaan pembaptisan yang terlalu lama dapat mengakibatkan orang menarik diri.

Dengan ini ditinggalkan praktek pembaptisan yang lama. Juga tidak perlu lagi pembaptisan secara masal. Untuk jemaat-jemaat yang sudah berdiri sendiri tidak perlu lagi pemisahan sakramen, karena sekarang sudah cukup waktu dan kesempatan untuk mendidik orang dewasa yang mau menjadi Kristen, sebelum mereka dibaptis.

Pada umumnya sikap utusan-utusan Injil terhadap penduduk asli adalah baik. Hanya satu zendeling pernah memerintahkan orang Kristen baru untuk menebang kayu untuk membangun rumah untuk dia. Mereka yang tidak pernah membuat kerja bakti, merasa tidak senang dengan perintah ini dan hal ini digunakan oleh orang Islam untuk menjauhkan mereka dari zending. Keadaan menjadi lebih buruk lagi waktu untuk membangun rumahnya, zendeling mempergunakan orang Islam yang diberi bayaran untuk pekerjaan mereka, sedangkan orang Kristen tadi sama sekali tidak mendapat upah. Akibatnya ialah bahwa banyak orang Kristen meninggalkan kampung

mereka dan membangun kampung di tempat lain. Mereka kembali kepada agama kafir.

Tidak lama sesudahnya zendeling itu terpaksa meninggalkan tempat itu karena isterinya sakit.

Waktu Residen Ternate mendengar tentang tindakan zendeling itu, ia marah karena seorang utusan Injil berani menyuruh rakyat kerja bakti. Hal ini hanya dapat dibuat oleh Pemerintah.

Apakah sebabnya begitu banyak orang mau menjadi Kristen di distrik Tobelo ?

Oleh Hueting pertanyaan ini dijawab sebagai berikut : Sebab utama ialah pekerjaan Roh Allah dan Roh Allah juga mempergunakan beberapa kejadian dan gejala pada waktu itu, yakni:

a. Pada waktu Hueting mulai bekerja, terjadilah suatu pergolakan di distrik Tobelo berhubung dengan diberhentikannya seorang Sangaji (Camat), seorang kafir dari suku Tobelo dan digantikan dengan seorang yang tidak dari anak suku Tobelo. Pergolakan ini ditindak oleh Pemerintah Belanda. Lalu ada orang yang ikut dalam pergolakan itu yang berpikir : Kalau kami menganut "agama Pemerintah Belanda", kami akan terlindung dari amarah Pemerintah.

b. Ada orang yang menjadi Kristen karena mereka benci kepada Ternate; semacam perlawanan terhadap orang Islam Ternate.

c. Pada waktu pergolakan banyak orang ditipu oleh seorang pemimpin yang menurut kepercayaan mereka mempunyai kuasa ajaib. Mereka telah memberikan uang mereka kepada orang itu dan menerima janji bahwa mereka akan menerima kembali uang itu dengan bunga besar. Kemudian nyatalah bahwa mereka ditipu dan tidak pernah melihat kembali uang mereka. Dalam kekecewaan mereka maka mereka mencari hiburan pada agama Kristen.

Pekabaran Injil menyebar terus di seluruh jazirah Utara, di distrik Kau dan diseberang teluk Kau, juga di Morotai dan sebagian dari jazirah Selatan. Ada penentangan dari pihak Islam, tetapi usaha-usaha mereka tidak dapat menghindarkan kemajuan pekabaran Injil.

13. Segi-segi terpenting dari sejarah masyarakat di Halmahera

Penduduk Halmahera berasal dari Malaka. Perpindahan mereka terjadi secara bergelombang. Pertama-tama mereka mendiami daerah Lina di sebelah Barat Tobelo. Kemudian mereka terpencar disebabkan oleh suatu bencana alam. Sebagian terpencar ke Galela, sebagian lain pindah ke tepi pantai pesi

sir Tobelo dan ke Loloda. Mereka tunduk di bawah kekuasaan Sultan dan mereka adalah tentara Sultan. Penduduk yang pergi ke Galela, membawa "lela" atau meriam. Karena itu mereka disebut orang Galela. Dalam bahasa Ternate. "gasa" berarti membawa dan "lela" berarti meriam. Lalu Gasalela disingkatkan menjadi Galela.

Nama Tobelo berasal dari To (tanam) dan Belo (tiang). Ketika penduduk menghantar Sultan, mereka menanam tiang di daerah yang kemudian disebut Tobelo.

Pada abad ke-XVI orang Spanyol dan Portugis bertengkar tentang pulau-pulau Maluku. Sebagian besar dari pertengkaran ini terjadi di Halmahera dan sekitarnya.

Pada permulaan abad ke-XIX terjadilah penjajahan interim oleh Inggris. Pada waktu itu diusahakan untuk mendirikan kembali kesultanan Jailolo yang sudah berabad-abad lamanya tidak berkuasa lagi. Tetapi hal ini berarti pengurangan kuasa Sultan Ternate. Karena Sultan Ternate setia kepada Kompeni maka ia ditolong oleh Kompeni. Tetapi gerakan Jailolo ini terus menerus berjalan. Baru sesudah kurang lebih 20 tahun, ia dapat diatasi. Sisa dari gerakan ini ialah perasaan benci terhadap Ternate. Mungkin karena kebencian ini maka pada tahun 1875/1876 seorang keturunan kesultanan Jailolo, Dano Hassan, menggerakkan seluruh pantai Timur jazirah Utara untuk memberontak. Dengan bantuan Pemerintah Belanda pemberontakan ini dapat digagalkan. Tetapi keinginan untuk bebas dari Ternate, tetap ada.

Waktu Zending mulai bekerja, wibawa Sultan-sultan Ternate dan Tidore masih kuat. Sesudah pemberontakan Hassan, Pemerintah Belanda makin bercampur tangan dalam pemerintahan Halmahera. Seorang pamong Belanda yang disebut "posthouder" mengawasi pamong-pamong Ternate, khusus, dalam soal-soal pajak. Pada tahun 1914 Kesultanan Ternate dilenyapkan dan diperintah langsung di bawah Pemerintahan Belanda. Kesultanan Tidore sudah dilenyapkan lebih dahulu, sesudah Sultan Tidore meninggal. Kedua Sultan diganti dengan komisi-komisi. Kota Ternate menjadi tempat kedudukan seorang Residen.

Kemudian dari itu status Maluku Utara menjadi sama dengan propinsi sekarang, dengan kota Ternate sebagai tempat kedudukan Gubernur. Juga pada masa Jepang kota Ternate menjadi tempat kedudukan Gubernur.

Pada tahun-tahun 1945 - 1956 status Maluku Utara turun dan kota Ternate kembali menjadi tempat kedudukan Residen yang dijabat oleh Iskandar Jabir Syah (Sultan Ternate); kemudian disusul oleh Residen Zainal Abidin Syah (Sultan Tidore) dan akhirnya oleh Residen Usman Syah (Sultan Bacan).

« ÎnapoiContinuă »