Imagini ale paginilor
PDF
ePub

Beberapa catatan bibliografis (daftar ini tidak lengkap):

a) Buku-buku oleh Iqbal sendiri dan terjemahannya :

The Development of Metaphysics in Iran. Cambridge 1908 (disertasi München).

Asrar-i Khûdî. Lahore 1915.

Terjemahan Indonesia: Asrar-i Khudi. Rahasia-rahasia Pribadi. Alih bahasa : Drs. H. Bahrum Rangkuti. Jakarta (Pustaka Islam) 1953; cet. ke-3 1976 (Bulan Bintang).

terjemahan Inggeris: The secrets of the self. Alih bahasa: R.A. Nicholson. London 1920. Dicetak ulang di Lahore, cet. ke-4 1955.

Rumûz-i Bêkhûdî. Lahore 1918.

terjemahan Inggeris: The Mystery of Selflessness. Alih bahasa : A.J. Arberry. London 1953.

Peyâm-i Mashriq. Lahore 1923.

Terjemahan Perancis: Message de l'Orient. Alih bahasa : E. Meyerovitch dan Mohammed Achena. Paris 1956.

terjemahan Jerman: Botschaft des Ostens. Alih bahasa : Annemarie Schimmel. Wiesbaden 1963.

The Reconstruction of Religious Thought in Islam. Lahore 1930; dicetak ulang berkali-kali.

terjemahan Indonesia: Membangun kembali Pikiran Agama dalam Islam. Alih bahasa : Ali Auda, Taufiq Ismail, Goenawan Muhammad. Jakarta (Tintamas) 1966.

Jávîdnâme. Lahore 1932.

terjemahan Jerman: Buch der Ewigkeit. Alih bahasa : Annemarie Schimmel. München 1957.

terjemahan Inggeris: Javid-Nama. Alih bahasa: Arthur J. Arberry. London 1966.

b) Buku-buku mengenai Iqbal :

S.A. Vahid, Iqbal, his Art and Thought. Hyderabad 1944; cet. ke-3 London 1959.

A. Bausani, Classical Muslim Philosophy in the Work of a Muslim modernist: Muhammad Iqbal (1873-1938). Berlin 1960.

Annemarie Schimmel, Gabriel's Wing. Leiden 1963 (dengan daftar bibliografis yang lengkap).

Mazheruddin Siddiqi, Concept of Muslim Culture in Iqbal. Islamabad.

W.D. Soekis man, Masalah Cina di Indonesia, Jakarta: Yayasan Lima, Bangun Indah, 1975, 88 halaman. Lampiranlampiran dari I s/d IV.

Apa sebabnya hingga kini masih ada orang yang beranggapan bahwa Cina tetap Cina, bila terjadi sesuatu peristiwa yang menyangkut golongan itu di negara-negara Asia Tenggara pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya? Bagaimanakah sebaiknya sehingga orang bisa melihat masalah Cina itu secara objektip? dll. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu menjadi suatu rangsangan serta dorongan kuat bagi pengarang untuk menyusun buku ini.

Memang benar bahwa buku ini, sebagaimana diakui oleh pengarang sendiri dalam prakata, tidak begitu mendalam membahas masalah Cina secara ilmiah karena sifat buku itu sendiri adalah bermaksud untuk memberikan semacam pengarahan atau pendekatan memahami masalah itu secara menyeluruh, mempunyai nilai yang berarti yang patut kita berikan penghargaan yang wajar. Karena ia berhasil menguraikan secara ringkas tetapi cukup jelas akan gambaran umum tentang situasi masalah yang dibahasnya. Dengan kejujuran yang terbuka ia juga membeberkan banyak fakta historis mengenai keberadaan golongan Cina di Indonesia. Sehingga dapat membantu kita melihat masalahnya pada proporsi yang sebenarnya. Dan secara sadar atau tidak sadar pengarang telah membawa kita kepada pengertian "Cina tetap Cina" yang lebih jelas.

Dalam tulisannya setebal 88 halaman itu pengarang secara sistimatis dan kronologis menguraikan perkembangan masalah Cina, yang diuraikan dalam delapan bab sebagai berikut :

[merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][merged small][ocr errors][merged small][merged small]

Dalam Bab 1 pengarang berusaha untuk memahami masalah Cina dalam kaitannya dengan keberadaan golongan tersebut di kawasan Asia Tenggara dari segi historis-kulturil, mempelajari kedatangan mereka di wilayah itu akibat perkembangan hubungan antara Cina dan negeri-negeri Asia Tenggara pada masa lampau. Terjadinya arus emigrasi orang-orang Cina dari negeri leluhurnya ke wilayah itu akhirnya menimbulkan apa yang disebut masalah Cina. Masalah itu memang sangat kompleks, yang meliputi segi-segi sosial, kulturil, ekonomi dan politis yang mengancam kelangsungan kehidupan penduduk pribumi di banyak negara dalam lingkungan Asia Tenggara ini.

Dalam Bab 2 tentang perkembangan perdagangan Asia-Eropa dan peranan Cina di Asia Tenggara, pengarang dengan baik menganalisakan situasi dunia pada abad ke duabelas yang banyak menimbulkan peristiwa-peristiwa dunia yang penting. Ada tiga catatan penting yang mengakibatkan perkembangan perdagangan Asia-Eropa yang harus ditempuh dengan cara baru dan bertambah penting. nya peranan Cina di Asia Tenggara : (1) stagnasi jaluran perdagangan AsiaEropa melalui Timur Tengah, akibat berkobarnya perang Salib, (2) agresi militer ke benua Eropa dan Asia yang dilancarkan oleh Jenghis Khan, dan (3) konflik phisik antara pasukan Kubilai Khan dengan tentara Raden Wijaya di Jawa. Kejadian-kejadian itu semua mempengaruhi peranan orang-orang Cina di kawasan Asia Tenggara. Pada saat ini, di mana saja Cina perantau bermukim, mereka berusaha keras mempertahankan kebudayaan negeri leluhurnya sehingga menemui kesulitan untuk mengadaptasikan diri dengan situasi dan kondisi di mana mereka berada, memisahkan diri dengan masyarakat pribumi setempat. Namun di pihak lain, mereka memegang peranan penting dalam bidang keagamaan dan perdagangan.

Dalam Bab 3 yang memperbincangkan revolusi perdagangan dan masalah Cina, pengarang secara agak mendalam telah menjelaskan implikasi-implikasi daripada peristiwa-peristiwa dunia pada saat ini, yaitu abad ke-12, yang mempengaruhi kehidupan bangsa Asia Tenggara dalam rangka hubungannya dengan keberadaan orang-orang Cina. Dengan adanya revolusi perdagangan di Barat, maka mulai abad ke enambelas bangsa Barat masuk dan menguasai wilayah-wilayah Asia Tenggara dengan mendirikan daerah-daerah jajahannya. Dalam rangka strategis ekonomi-politik itulah Belanda mendatangkan sejumlah besar orangorang Cina dari negeri Cina dan menempatkan mereka di pelbagai daerah di Indonesia. Cara-cara yang serupa juga diikuti oleh Spanyol di Pilipina, Inggris di Semenanjung Malaya sehingga timbullah apa yang disebut masalah Cina di daerah-daerah itu.

Selain itu pengarang juga mengutarakan sebab-musabab penerobosan orangorang Cina ke Asia Tenggara secara besar-besaran antara lain disebabkan adanya kekacauan-kekacauan dalam negeri Cina pada waktu itu, akibat politik eksploitasi dari negara-negara Barat. Peristiwa keluaran orang-orang Cina dari negerinya itu merupakan suatu perasaan tidak puas terhadap pemerintah Cina yang koruptip dan impotent pada saat itu (1600-1900).

Dalam Bab 4 yang membahas nasionalisme dan masalah Cina itu pengarang menjelaskan pertumbuhan kesadaran kehidupan politik Cina perantau di Asia Tenggara banyak dipengaruhi oleh perkembangan situasi politik dalam negeri Cina pada permulaan abad ke duapuluh, di mana rakyat Cina sedang hebatnya mengalami proses revolusi. Sekalipun orang-orang Cina perantau merasa dirinya "dibuang" oleh negerinya karena pemerintahan Manchu yang koruptip dan asing, namun mereka tetap mengarahkan orientasi politiknya kepada negeri leluhurnya.

Semangat nasionalisme Cina telah membangkitkan mereka mendukung gerakan revolusi yang dipimpin oleh Dr. Sun Yat Sen. Dan Tionghua Hwee Koan yang didirikan tahun 1900 di Batavia itu merupakan suatu bukti nyata daripada kesetiaan mereka pada negerinya.

Dalam Bab 5 pengarang berusaha menerangkan pemikiran politik dari golongan Cina di republik ini yang didasarkan beberapa faktor penting antara lain : a) adanya hubungan batin antara Cina perantau dan negeri leirhurnya yang berdasarkan afiliasi kulturil, b) adanya prinsip Ius Sanguinis yang menyebabkan ikatan-ikatan kebangsaan dan kewarganegaraan pada Cina perantau, dan c) adanya gerakan nasionalisme Cina di bawah pimpinan Dr. Sun Yat Sen, yang memberi semangat berpolitik pada mereka. Kesemuanya faktor itu mengakibatkan terjadi gerakan politik dari golongan Cina di sini.

Namun justru karena itu, demikian dikatakan oleh pengarang dalam Bab itu, gerakan politik golongan WNI Keturunan Cina yang berusaha mencerminkan identitas ke-Indonesia-an menemuhi kesukaran. Partai-partai yang didirikan oleh golongan ini ternyata merasa sulit menempatkan diri dalam pergerakan nasional Indonesia.

Dalam Bab 6 pengarang mengupas, masalah Cina dalam masa gerakan kemerdekaan Indonesia. Perubahan-perubahan politik di republik ini menyebabkan masalah itu semakin peka dan kompleks. Persoalan-persoalan yang dihadapi oleh golongan Cina antara lain adalah masalah kewarganegaraan, yang menimbulkan masalah keloyalitasan, Baperki dalam hubungan dan kerjasama dengan PKI yang menimbulkan kecurigaan politik, peraturan PP. 10 dan akibat-akibatnya, masalah integrasi dan asimilasi. Proses perkembangan masalah-masalah yang disebut terakhir itu kemudian diuraikan lebih mendalam dalam Bab berikutnya. Putusnya hubungan diplomatik antara Indonesia dan RRC (atau dibekukan hubungannya) pada tahun 1965 rupanya "membuat" masalah Cina agak reda.

Dalam Bab 8 pengarang mengetengahkan kebijaksanaan pemerintah Orde Baru terhadap penyelesaian masalah Cina, dengan mengeluarkan peraturan-peraturan misalnya antara lain pergantian nama, perlakuan terhadap WNA Cina yang wajar, persamaan hak dan kewajiban bagi setiap warganegara terhadap WNI Keturunan Cina dan sebagainya.

Suatu hal yang penting perlu dikemukakan di sini adalah perkataan yang diucapkan oleh W.D. Soekisman sendiri: "Selama ini (maksudnya sebelumnya pemerintah Orde Baru) Pemerintah Republik Indonesia dalam menghadapi masalah Cina itu telah mengambil tindakan-tindakan yang bersifat sepotong-sepotong dan tidak terus menerus." Suatu penilaian yang cukup fair. Tentu saja hal itu perlu dijelaskan secara objektip.

Buku tulisan W.D. Soekisman ini mengungkapkan hara, annya pada generasi muda untuk lebih giat dan lebih cepat bergerak dalam menanggulangi masalah nasional yang memiliki segi-segi internasional yang demikian pentingnya itu.

Pada hemat saya buku ini boleh dijadikan suatu dasar pengetahuan mengenai masalah Cina yang baik untuk dibaca, direnungkan dan dimiliki oleh kita semua. Adalah baik sekali jika pengarang dapat menguraikan secara mendalam setiap pokok pembicaraannya dengan bahan-bahan yang lebih sempurna. Misalnya pembicaraan di bidang perekonomian dan perdagangan, pengarang seharusnya juga memberikan suatu analisa tentang apa sebabnya golongan Cina unggul dan memainkan peranan besar dalam kehidupan perdagangan itu secara mendetail sistim, struktur, administrasi, dan relasi hubungan dagang mereka dan sebagainya. Begitu juga pembahasan tentang masalah loyalitas golongan itu

perlu disebutkan faktor-faktor apa yang menyebabkan mereka bersikap "bunglon" atau "opportunistis" dan seterusnya.

Suatu hal lagi yang semula saya harapkan pengarang juga seharusnya memberikan uraian sekitar peristiwa-peristiwa anti-Cina yang terjadi selama ini di Indonesia (misalnya 1740 di Batavia, 1928 di Jawa Tengah, 1946 di Tangerang, 1963 di Jawa Barat, 1967 di Kalimantan Barat dan sebagainya). Karena hal itu perlu diketahui. Peristiwa-peristiwa itu mengungkapkan perasaan frustasi sebagian rakyat Indonesia terhadap masalah Cina. Jadi, maksud saya agar supaya dalam memperbincangkan masalah itu perlu dilihat dari hubungan pribumi-non pribumi itu sendiri sehingga pengertian masalah Cina menjadi lebih objektip.

Dilihat dari seluruh pembicaraan buku ini, maka sayang sekali uraian mengenai masalah Cina pada masa penjajahan Belanda yang begitu lama waktunya (1602-1949) terlalu sedikit, pendek dan sepotong-sepotong. Dan catatan sekitar masa itupun diuraikan dalam judul yang agak meluas, yaitu dalam Bab 3 "Revolusi perdagangan dan masalah Cina di Asia Tenggara". Bila kita hubungkan antara Bab 3 dan Bab 4 seolah-olah catatan-catatan penting yang justru harus dibeberkan itu terlepas ditengah-tengahnya.

Mengingat sifat buku ini maka ada baiknya kita sabar menunggu terbitnya suatu bacaan yang lebih luas dan lebih mendalam seperti yang "dijanjikan" oleh pengarang sendiri. Saya harap yang akan ditulis selanjutnya dapat lebih mengarahkan pada pokok-pokok masalah Cina yang kita hadapi bersama.

Yahya Wiriadinata

« ÎnapoiContinuă »